spot_img
Senin, Maret 24, 2025
spot_img
BerandaNTBTrinus Kedaulatan dan Pancasila di Indonesia

Trinus Kedaulatan dan Pancasila di Indonesia

Oleh: Tomy Michael

(Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

Membicarakan bentuk pemerintahan sering kali cenderung memisahkan keinginan hukum, keinginan politik dan keinginan agama. Keberpihakan demikian merupakan hal yang selalu ada karena masyarakat heterogen juga dipengaruhi banyak hal. Pengalaman empiris dan apa yang diyakini membuat seseorang memiliki energi dalam bernegara. Di awal, penulis mengutip pendapat Ija Suntana bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang taat pada konstitusi. Kutipan ini menjadi pencerah sebelum ke bahasan berikutnya.

Apabila memperhatikan Konstitusi kita, khususnya Pasal 1 ayat (2) termaktub bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal yang sangat ideal bagi negara modern saat ini ternyata didukung dengan Allah Yang Maha Kuasa (Alinea 3 Konstitusi). Artinya tingkatan pertama adalah kedaulatan Tuhan yang juga mengikuti negara-negara anglo saxon.Kekuasaan yang amat mulia itu menjadikan segala sesuatu bersumber pada Tuhan namun rakyatlah pemegangnya. Konsep ini ternyata tidak selesai sampai disini karena di Pasal 1 ayat (3) termaktub Negara Indonesia adalah negara hukum. Trinus ini selalu menimbulkan perdebatan panjang namun dapat dimaknai bahwa rakyat tetap bersumber pada Tuhan dan hukum pun juga demikian. Pada akhirnya trinus kedaulatan ini harus dipatuhi oleh penguasa. Terdapat keseimbangan antara apa yang diatur di dunia dan apa yang diatur oleh keyakinan masing-masing masyarakat. Apabila dibandingkan dengan Malaysia, mengacu pada Rukunegaranya maka ada (sesuai teks asli) keperchayaan kapada Tuhan, kesetiaan kapada Raja dan Negara, keluhoran Perlembagaan, kedaulatan Undang-Undang, kesopanan dan kesusilaan. Yang menarik adalah kedaulatan undang-undang diartikan sebagai kebebasan asasi terjamin bagi semua warganegara. Kebebasan ini termasukperlindungan sama di sisi undang-undang, kebebasan beragama, ataupun kebebasan memiliki harta benda. Perbandingan secara sederhana ini bertujuan bahwa ada kesamaan akan perlakuan konstitusi kepada masyarakatnya melalui pemaknaan kedaulatan yang dipilih.

Jikalau demikian, bagaimana Pancasila menyikapinya? Pancasila sebagai ideologi bangsa hingga kini pun masih ada penolakan bagi sebagian orang namun ia adalah kehendak Konstitusi yang tidak boleh diubah dalam keadaan apapun. Memperhatikan ini semua maka penguasa ketika menyatakan kehendak harus membutuhkan persetujuan dari masyarakat. Persetujuan identik dengan kepasrahan masyarakat untuk menentukan nasib baiknya melalui penguasa. Bukan kritik namun ketika melewati 100 hari pemerintahan Prabowo – Gibran maka sinergitas penguasa dan masyarakat harus semakin nyata.

Apabila mengacu pendapat Thomas Hobbes, kecenderungan alamiah manusia untuk berkuasa adalah kehendak alamiah. Kepatuhan pada konstitusi harus tetap menjadi pengawasan yang dilakukan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial. Selain itu, mengenalkan trinus kedaulatan oleh penguasa bagi masyarakat adalah keharusan karena masyarakat cenderung mengenal pemilihan umum saja sebagai bentuk partisipasi yang aman. Kedaulatan rakyat masih dianggap kedaulatan satu-satunya di Indonesia. Padahal masih banyak cara lain yang bisa dilakukan seperti menjadi penegak hukum, mendorong generasi muda terjun ke politik bahkan dukungan agar diaspora kembali ke Indonesia. Mudah-mudahan saja dengan ada efisiensi yang dinormakan oleh presiden tidak membawa dampak akan pelaksanaan trinus kedaulatan di Indonesia. Pelaksanaan kedaualatan tidak dapat disamakan dengan perilaku konsumtif. Kedaulatan harus tetap menjadi garda utama dan memiliki kecenderungan hedonis. Hedonis tidak selalu dimaknai dengan nilai ekonomi untuk kesenangan sesaat namun dengan pengorbanan, ibarat menjaga tempat tinggal hingga titik darah penghabisan. (*)

            :

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO