Pemerintah perlu menjaga kekondusifan bisnis tambak udang di NTB dengan memfasilitasi perizinannya. Di samping itu, pemerintah perlu memperluas rantai bisnis udang di provinsi ini untuk memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
HAL itu disampaikan Pengamat Ekonomi dari Universitas Mataram (Unram), Dr. M. Firmansyah, M.Si., pada Sabtu, 22 Maret 2025. Pendapatnya itu menyikapi temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa hanya 10 persen dari total tambak udang di Provinsi NTB yang memiliki izin lengkap.
Firmansyah mengatakan, semua pihak harus mendukung bagusnya dunia usaha ini. Adanya tambak udang menunjukkan peluang bisnis komoditas ini bagus di NTB. “Terkait yang tidak berizin, difasilitasi untuk izinnya. Kondusivitas bisnis ini harus tetap dijaga,” ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB, yang dikutip dari situs web KPK, terdapat 1.071 tambak udang yang aktif beroperasi di NTB. Namun, sebanyak 881 tambak udang tercatat ilegal. Kondisi ini dikhawatirkan membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tambak udang tidak maksimal.
Firmansyah menyarankan, bila pemerintah ingin mendapat manfaat dari bisnis ini, pemerintah perlu memikirkan untuk memperluas rantai bisnis komoditas udang. Jika memang produksi udang memadai dan cukup besar, pemerintah sebaiknya menyiapkan kawasan industri pengolahan udang.
“Disiapkan saja kawasan industri pengolahan udang. Lihat pohon industri udang, itulah yang disiapkan industrialisasinya,” saran Firmansyah, yang merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unram.
Pemerintah harus punya mekanisme perluasan bisnis di daerah, bukan hanya persoalan pengawasan. Pemda dan pengusaha harus jadi mitra untuk memajukan ekonomi daerah. Dengan adanya kawasan pengolahan udang, penjualan udang tidak sebatas penjualan bahan mentah. Hasil tambak udang itu bisa diproduksi menjadi bahan jadi atau olahan lainnya.
“Sebagian bisa diolah di sini (di NTB), barulah nilai tambahnya luas. Udang adalah produk yang punya pohon industri yang luas. Udang bisa diolah banyak untuk menjadi produk turunan lainnya. Jika 10 hingga 20 persen saja yang tertahan di daerah selain diekspor, itu sudah luar biasa. Tinggal pikirkan insentif bagi investor yang akan mengisi di kawasan industri itu, maka peluang PAD dan tenaga kerja akan lebih luas,” urai Firmansyah.
Firmansyah menekankan, pemerintah perlu merangkul pengusaha tambak udang melalui fasilitasi perizinan dan membuat iklim industri yang sehat. “Sekaligus bisa menggandeng investor untuk membuat kawasan industri pengolahan,” pungkasnya. (ron)