Mataram (Suara NTB) – Rencana perampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) oleh Pemerintah Provinsi NTB memunculkan berbagai tanggapan. Salah satu wacana yang muncul adalah penggabungan Dinas Ketahanan Pangan dengan dinas lain yang bergerak di bidang serupa.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTB, H. Abdul Azis, S.H., M.H., menyampaikan pandangannya terkait wacana tersebut. Dalam rapat bersama tim perampingan OPD, ia menegaskan bahwa urusan pangan merupakan hal strategis yang membutuhkan penanganan khusus, bukan sekadar dilebur ke dalam OPD lain.
“Urusan pangan tidak bisa dipandang sebelah mata. Ini menyangkut ketahanan daerah, dari hulu ke hilir,” tegasnya, Rabu, 9 April 2025.
Menurut informasi yang beredar, terdapat tiga OPD yang direncanakan akan digabung, yakni Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan, serta Dinas Ketahanan Pangan. Azis menilai penggabungan ini berpotensi melemahkan fungsi pengawasan dan pengendalian di sektor pangan.
Ia menjelaskan bahwa Dinas Ketahanan Pangan NTB saat ini memiliki beberapa bidang strategis, seperti Bidang Distribusi dan Diversifikasi Pangan, Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, serta Bidang Keamanan Pangan. Selain itu, ada satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang fokus pada pengawasan mutu pangan.
“Pengawasan dilakukan secara rutin terhadap buah, sayur, dan produk pangan lainnya, baik di pasar maupun di tingkat distributor, untuk mencegah cemaran berbahaya,” ujarnya.
Azis juga menyinggung pengalaman sebelumnya terkait hilangnya Bidang Pemanfaatan Pekarangan Lestari (P2L) setelah terbentuknya Badan Pangan Nasional. Menurutnya, program tersebut efektif membantu masyarakat mengendalikan harga bahan pangan seperti cabai melalui pemanfaatan pekarangan rumah.
“Waktu program pekarangan aktif, harga cabai tertinggi hanya Rp80 ribu. Sekarang bisa tembus Rp200 ribu karena ketergantungan pada pasar,” katanya.
Ia menambahkan bahwa penghapusan OPD khusus pangan juga berisiko menghilangkan dana dekonsentrasi (dekon) dari pemerintah pusat yang selama ini berjumlah sekitar Rp4,2 miliar per tahun. Dana tersebut, kata dia, umumnya hanya dialokasikan jika ada OPD teknis yang menangani langsung.
Selain itu, isu pangan berkaitan erat dengan penanganan kemiskinan, stunting, dan kestabilan harga pasar. Azis menilai, keberadaan OPD teknis di tingkat provinsi dan kabupaten/kota masih sangat dibutuhkan untuk intervensi harga dan penanganan krisis pangan.
“Urusan harga cabai, misalnya, tidak bisa hanya diserahkan pada Bank Indonesia. OPD teknis di daerah juga harus turun tangan,” tegasnya.
Ia pun berharap Pemerintah Provinsi NTB dapat mempertimbangkan ulang wacana perampingan OPD, khususnya penggabungan Dinas Ketahanan Pangan, agar program strategis pangan dapat terus berjalan optimal.
“Ini soal ketahanan nasional. Maka pengelolaan pangan harus ditangani secara utuh dari pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota,” pungkasnya. (bul)