Mataram (Suara NTB) – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB tengah mempersiapkan Petunjuk Teknis (Juknis) Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026. Termasuk membahas juknis SPMB SLB. Pada prinsipnya, SPMB SLB mengupayakan semua anak berkebutuhan khusus (ABK) harus bersekolah.
Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus Dinas Dikbud NTB, Dr. Hj. Eva Sofia Sari, S.Pd., M.Pd., mengatakan, pada dasarnya tidak ada perbedaan signifikan antara Juknis SPMB dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun sebelumnya. “Pada prinsipnya tetap mengupayakan agar semua anak bisa bersekolah,” ujarnya.
Pelaksanaan SPMB SLB tetap menggunakan sistem luring atau offline untuk asesmen dan membawa surat keterangan dari dokter psikolog atau terapis yang menangani. “Untuk disabilitas yang masuk di sekolah reguler atau inklusif sekarang harus membawa surat keterangan disabilitas dari Dinas Sosial. Ada penjelasannya di Permendikdasmen nomor 3 tahun 2025 pasal 19 ayat 2,” ungkap Eva.
Pihaknya menargetkan juknis SPMB bisa selesai setelah libur Idulfitri. Sampai saat ini, juknis masih digodok oleh pihak Dinas Dikbud NTB.
Selama ini Eva juga minta semua Kepala SLB baik negeri maupun swasta terus menyosialisasikan SLB kepada masyarakat sekitar. “Bahwa pendidikan sangat penting bagi anak-anak yang memiliki hambatan fungsional apalagi anak di usia sekolah,” ujarnya.
Meski demikian, pihaknya tidak memaksakan anak berkebutuhan khusus harus masuk SLB. Mereka juga bisa masuk ke sekolah inklusif atau sekolah reguler yang memberikan layanan bagi ABK.
“Kami tidak memaksakan anak tersebut harus masuk SLB. Nanti berdasarkan asesmen anak tersebut, akan ditentukan apakah masuk SLB atau sekolah inklusif,” jelas Eva.
Kepala Dinas Dikbud NTB, Dr. H. Aidy Furqan, M.Pd., sebelumnya, mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan Pergub dan Juknis SPMB terlebih dahulu. Ia berharap informasi terkait juknis SPMB bisa secepatnya rampung.
Aidy mengapresiasi perubahan PPDB menjadi SPMB. Menurutnya, SPMB mengakomodasi sejumlah keinginan masyarakat dalam menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu. Perubahan istilah tersebut juga dirasa lebih familier.
“Bagus juga perubahan itu untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat menyekolahkan anak-anaknya sesuai dengan perkembangan sekarang ini. Perubahan istilah lebih familier dengan menggunakan istilah murid baru,” jelas Aidy. (ron)