Tanjung (Suara NTB) – Sejumlah petani kapas organik di Kabupaten Lombok Utara (KLU) sudah mulai memanen kapas organik. Panen perdana setelah lama vakum, komoditas utama bahan baku benang ini diharapkan menjadi pemantik motivasi petani untuk menanam dalam jangka panjang.
Panen kapas organik perdana terlihat di salah satu areal lahan milik petani, Amaq Junaedi, di Desa Akar-Akar, Kecamatan Bayan, Minggu, 13 April 2025. Amaq Junaedi terlihat menggelar hasil panen kapas di berugak miliknya, dengan ditemani oleh pendamping kapas organik.
Menurut Pendamping Petani Kapas Organik, Puguh Dwi Friawan, Senin, 14 April 2025, panen kapas sudah dilakukan petani kendati bersifat parsial di beberapa titik. Namun dalam waktu tidak lama lagi, panen akan dilakukan secara massif di banyak petani yang memulai uji coba budidaya dengan sistem tumpang sari. Sebagian besar petani kapas menanam bersamaan dengan jagung, kacang atau tanaman sela lainnya.
“Panen perdana sudah mulai, tapi masih tahap awal. Panen baru dilakukan di lahan Pak Junaedi dengan luasan sekitar 1 hektare,” ungkap Iwan.
Pihaknya belum bisa mengetahui berat produksi dari kapas organik tersebut, mengingat petani belum melakukan penimbangan berat keseluruhan. Namun dari target awal, pendamping petani menargetkan rerata produksi per hektare dapat mencapai 1,5 ton.
Pendamping petani kapas juga belum melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap hasil produksi karena panen masih di tahap awal. Setelah panen dilakukan menyeluruh, pihaknya akan melakukan evaluasi agar pada masa perawatan pascapanen perdana, tanaman dapat berproduksi kembali dengan lebih optimal.
Iwan menerangkan, tanaman kapas organik yang ditanam saat ini tidak langsung dicabut. Melainkan dirawat kembali agar bisa berbunga dan berproduksi beberapa kali.
“Tanaman yang sudah berproduksi kita rawat kembali supaya bisa panen terus menerus seperti cabai. Bahkan, kita dan perusahaan mitra berencana untuk melakukan ekspansi dengan kembali menggelontorkan bibit dan pupuk gratis kepada petani,” terangnya.
Lebih lanjut, di tingkat kemitraan kapas organik, kerjasama antara petani kapas, pendamping dan perusahaan mitra telah sepakat untuk saling menguatkan. Dimana petani sebagai produsen akan memperoleh harga beli sebesar Rp 19.000 per kg. Artinya jika dalam 1 hektar lahan menghasilkan 1500 kg, maka penghasilan petani mencapai Rp 28,5 juta per hektar. Jika ditambah dengan hasil panen jagung atau kacang tanah, maka penghasilan petani kapas diharapkan lebih meningkat.
“Untuk harga beli Rp 19.000 per kg dari petani langsung, dibeli oleh perusahaan tanpa embel-embel tengkulak, makelar dan lainnya. Jadi harga jual beli ini terjamin,” tegasnya.
Sebagai komitmen lanjutan dalam kemitraan kapas organik, Iwan mengaku jika pihaknya dengan perusahaan mitra sedang mencari cara agar kapas hasil produksi tidak dikirim ke luar daerah. Sebaliknya, bahan baku akan diolah/dipintal di sentra produksi di Lombok Utara.
“Sudah ada rencana dari buyer mitra, mereka lagi cari mesin di Jerman, abar hasilnya bisa dibuat benang di sini,” tandasnya. (ari)