Mataram (Suara NTB) – Penyidik Polresta Mataram menjadwalkan gelar perkara untuk penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan masker Covid-19. Gelar perkara akan dilakukan di Polda NTB pada pekan depan, setelah penyidik memeriksa ahli pidana pada Senin, 14 April 2025.
“Hari ini kami sudah lakukan pemeriksaan terhadap ahli pidana. Minggu depan, kami akan menggelar perkara penetapan tersangka di Polda NTB,” kata Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili.
Regi juga menegaskan bahwa penahanan terhadap tersangka akan segera dilakukan setelah status tersangka resmi ditetapkan.
Berdasarkan pantauan Suara NTB, pemeriksaan ahli pidana dilakukan dari pukul 11.25 hingga 12.52 WITA. Samsyul Hidayat, selaku ahli pidana, mengungkapkan bahwa dirinya menjawab lebih dari 20 pertanyaan dari penyidik terkait kasus tersebut.
Ketua Unit Tipikor Satreskrim Polresta Mataram, Iptu I Komang Wilandra, menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan menguatkan adanya unsur pidana. “Ahli pidana menegaskan telah terjadi perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Menurut Komang, unsur perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ia menambahkan, tim penyidik akan segera menyiapkan administrasi dan menyurati Polda NTB untuk keperluan gelar perkara.
Sebagai informasi, kasus ini berawal dari proyek pengadaan masker Covid-19 pada 2020 yang dibiayai melalui Belanja Tidak Terduga (BTT) Dinas Koperasi dan UMKM NTB dengan nilai anggaran mencapai Rp12,3 miliar. Pengadaan dilakukan dalam tiga tahap dan melibatkan lebih dari 105 pelaku UMKM.
Penyelidikan dimulai pada Januari 2023 dan meningkat ke tahap penyidikan pada September 2023, setelah ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Polisi telah mengidentifikasi enam calon tersangka, yakni WK, K, CT, MH, RA, dan DU. Mereka merupakan pejabat atau penyelenggara negara, termasuk kepala dinas, kepala bidang, serta pejabat pembuat komitmen (PPK). Berdasarkan hasil audit, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp1,58 miliar. (mit)