Mataram (Suara NTB) – Bunda Literasi Provinsi NTB Sinta Agathia Iqbal membuka acara NTB Membaca – NTB Mendunia dengan Bedah Buku Koleksi Perpustakaan Daerah “Setilah dalam Prosesi Bejangkep Suku Sasak Lombok” di Aula Pusat Layanan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB, Rabu, 23 April 2025.
Hadir juga pada bedah buku karya Randa Anggarista ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB H. Amir, SPd. MPd., perwakilan dari Majelis Adat Sasak dan pegiat literasi lainnya.

Plt Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB H. Amir, menjelaskan, bedah buku ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian kegiatan “Semarak Perpustakaan tahun 2025, Bersama Bunda Literasi NTB dalam rangka memeriahkan dan mengisi rangkaian hari-hari besar Perpustakaan. Seperti Hari Story Telling Dunia (20 Maret), hari Puisi Sedunia (21 Maret 2006), Hari Buku Sedunia (23 April 1995), Hari Pemberdayaan Perpustakaan (17 Mei 2006), Hari Pustakawan (17 Juli 1990), Hari Baca Tulis Sedunia (8 September 1965). Selain itu, Hari Kunjung Perpustakaan, Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan (14 September 1995), Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (25 Oktober 2001), Hari Gerakan Nasional Membaca (12 November 2002), Hari Puisi Nasional (28 November), Hari Gerakan Membaca Nasional (7 Desember 2007).
Pihaknya juga akan melakukan kegiatan bedah buku yang kedua tanggal 30 April 2025. Buku yang dibedah berupa novel berjudul “Soraya” karya Iin Farliani, seorang sastrawan muda berbakat NTB yang karyanya sudah terbit dimana-mana.
Kegiatan lain yang akan diselenggarakan, ujarnya, berupa Bimtek Kepenulisan Berbasis Budaya Lokal, Lokakarya Literasi Digital yang nanti akan dirangkaikan dengan Pengukuhan Bunda Literasi 2025 – 2030. Bimtek Literasi Informasi, Lomba Resensi Buku Perpustakaan Tingkat SMP dan SMA, SMK/MA serta Lomba Video Konten Literasi.
Pihaknya menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan bedah buku ini. H. Amir juga menegaskan, kegiatan bedah buku ini bukanlah sekadar agenda formal seremonial semata. Namun, ini adalah wujud nyata komitmen bersama dalam menjaga, melestarikan, dan menghidupkan kembali kekayaan budaya lokal melalui jalur literasi.
‘’Buku “Setilah dalam Prosesi Bejangkep Suku Sasak Lombok” menjadi representasi dari kearifan lokal yang telah hidup dalam masyarakat Sasak selama berabad-abad, dan kini didokumentasikan secara tertulis sebagai warisan pengetahuan,’’ tambahnya.
Sementara dalam konteks gerakan literasi nasional, khususnya melalui program NTB Membaca – NTB Mendunia, kegiatan ini menjadi langkah strategis dalam menumbuhkan minat baca berbasis konten lokal. Termasuk memperkuat identitas daerah melalui literasi budaya dan membuka jalan dan ruang agar karya lokal NTB bisa dikenal secara nasional bahkan internasional.
‘’Kami percaya bahwa literasi tidak hanya bicara tentang buku dan bacaan, tetapi juga tentang kesadaran akan jati diri, sejarah, dan nilai-nilai lokal yang membentuk karakter Masyarakat,’’ terangnya.
Diakuinya, melalui alokasi anggaran Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bidang Pendidikan Sub Bidang Perpustakaan, pemerintah memberikan perhatian khusus pada penguatan literasi masyarakat. Untuk itu, kegiatan ini dirancang tidak hanya sebagai bedah isi buku, tetapi juga sebagai ruang diskusi, refleksi, dan pembelajaran lintas generasi. Pihaknya berharap kegiatan ini memberikan manfaat yang luas, membuka wawasan baru, dan menjadi pemantik semangat bagi penulis-penulis lokal lainnya untuk berkarya dan mendokumentasikan budaya yang ada di daerah ini.
Sementara Bunda Literasi NTB Sinta Agathia Iqbal memberikan apresiasi atas kegiatan bedah buku yang digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB. Pihaknya yakin dengan kegiatan literasi yang digelar ini akan menjadikan NTB lebih baik lagi.
Pengalamannya mendampingi Gubernur NTB Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal menjadi diplomat di sejumlah negara di dunia memberikan dirinya pengalaman mengenai pentingnya keberadaan perpustakaan atau membaca sejak dini. Dari beberapa negara yang dikunjungi berusaha menjadikan perpustakaan tersebut sebagai tempat yang nyaman, sehingga di akhir pekan orang tua senang membawa anak-anaknya ke perpustakaan.
‘’Yang mereka rasakan. Mereka tidak sedang dibawa ke tempat mereka belajar. Tapi suasana perpustakaan dibuat senyaman mungkin untuk anak-anak, maka mereka sedang bermain. Tempat bermain mereka itu banyak buku. Mereka itu terus dikenalkan dengan buku dan budaya menulis,’’ ungkapnya.
Dari pengalaman membawa anak-anak berkunjung ke perpustakaan saat kecil, tambahnya, berdampak besar pada anak-anak setelah dewasa. Meski sudah besar, anak-anak tersebut tetap mau kembali ke buku. ‘’Anak saya dengan uang saku yang terbatas, kami merasa mereka masih memerlukan buku, karena mau menabung untuk membeli buku,’’ terangnya.
Sebagai bentuk dukungan setidaknya sudah mulai mengarah ada pojok literasi Bank Indonesia, sehingga ke depan harus diperbanyak dan diperluaskan. “Hal seperti ini harus digaungkan dalam menumbuhkan semangat kembali untuk membaca buku. jadi, datang ke perpustakaan itu bukan sebuah hukuman melainkan anak-anak bisa bermain seperti suasana liburan dan menyenangkan,’’ pesannya.
Begitu juga dengan buku yang dibedah ini akan memberikan pengetahuan kepada masyarakat yang ada di daerah ini mengenai istilah-istilah dalam perkawinan suku Sasak. Selain itu, momentum bedah buku ini menjadi penting, karena banyak anak muda di NTB yang berusaha melestarikan tradisi dan budaya yang ada di daerah ini.
‘’Saya pikir bedah buku yang membicarakan adat ini yang berdiri di depan adalah mamiq-mamiq, ternyata penulisnya masih muda artinya keinginan untuk meneruskan pola pikir budaya dalam bentuk buku masih banyak anak-anak muda di NTB,” ujarnya.
Istri Gubernur NTB ini juga mengajak kepada generasi muda untuk mencari informasi lebih dalam tidak hanya sekedar klik di Google dalam mendapatkan informasi. Meski di satu sisi, diakuinya, banyak anak-anak sejak masih kecil sudah memegang gadget atau telepon pintar. (ham)