Mataram (suarantb.com)– Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum NTB, I Gusti Putu Milawati bersama Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Farida, Kepala Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum, Puri Adriatik Chasanova beserta jajaran mengikuti rapat koordinasi (rakor) optimalisasi layanan pendaftaran fidusia secara virtual pada, Selasa, 6 Mei 2025.
Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), Hantor Situmorang membuka secara resmi rakor ini didampingi oleh Direktur Perdata, Henry Sulaiman, beserta jajaranya. Dalam sambutannya, Hantor Sitomorang menyampaikan salah satu kebijakan pemerintah yaitu melakukan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ditengah masyarakat melalui mekanisme pemberian kredit kepada setiap pelaku usaha dengan suatu penjaminan yang dikenal dan masih menjadi pilihan unggulan digunakan di negara kita yaitu dengan Jaminan Fidusia.
“Sebagaimana ketentuannya tersebut diatur pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Lembaga jasa keuangan perbankan/non perbankan, perseorangan maupun notaris merupakan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pemanfaatan layanan Jaminan Fidusia yang sudah dilakukan layanan Jenderal Administrasi Hukum Umum tersebut secara online system sejak tahun 2013,” jelas Hantor Sitomorang.
Selain itu, Hantor Sitomorang juga menyampaikan peran notaris dalam pendaftaran jaminan fidusia sangat penting, karena tidak hanya membuat akta, tetapi juga menjadi penghubung utama antara masyarakat/pelaku usaha selaku pengguna jasa dengan sistem hukum negara, serta sebagai penyampaian setiap informasi atas kebijakan pemerintah dan setiap peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Hantor Sitomorang menekankan bahwa pendaftaran jaminan fidusia harus dibuat oleh notaris yang diikuti dengan adanya kewajiban pendaftaran Jaminan Fidusia dalam Sistem Administrasi Jaminan Fidusia pada AHU Online. Pendaftaran Jaminan Fidusia dapat dilakukan oleh selain notaris, namun notaris tetap harus menginformasikan kepada penerima fidusia (Kreditur) tentang kewajiban pendaftaran akta notaris tersebut mengingat Jaminan Fidusia baru berlaku sejak di daftarkan kepada Menteri.
Dalam undang Undang Jabatan Notaris, tambah Hantor Sitomorang, juga diatur kewajiban bagi notaris untuk melaporkan akta yang dibuatnya. Dalam perkembangan yang terjadi, ditemukan adanya akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh notaris dan tidak didaftarkan dalam sistem administrasi Jaminan Fidusia sehingga merugikan tidak hanya bagi kreditur karena tidak mendapatkan hak mendahulu atas pelunasan utang dari debitur, namun tidak dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia tersebut berpotensi merugikan keuangan negara akibat tidak dipenuhinya pembayaran PNBP pendaftaran Jaminan Fidusia, sebagai contoh temuan yang terjadi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat yaitu selisih yang signifikan antara jumlah akta fidusia yang dibuat oleh notaris dan jumlah yang terdaftar di database AHU.
Sementara itu, Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Henry Sulaiman menyampikan tujuan utama dilakukan rakor ini adalah agar kantor wilayah dan Majelis Pengawas Notaris dapat berperan aktif terhadap pelaporan akta jaminan fidusia.
“Agar kantor wilayah melakukan koordinasi dan pertukaran data dengan OJK terkait data akta fidusia yang dibuat oleh notaris dan pendafataran jaminan fidusia yang di lakukan oleh Lembaga pembiayaan,” pungkas Henry Sulaiman. (r/*)