spot_img
Senin, Juni 23, 2025
spot_img
BerandaEKONOMIAncam Krisis Ekonomi Digital, Modantara Tolak Komisi 10 Persen dan Status Karyawan...

Ancam Krisis Ekonomi Digital, Modantara Tolak Komisi 10 Persen dan Status Karyawan Mitra Pengemudi Online

Jakarta (Suara NTB) – Industri mobilitas dan pengantaran digital, yang diwakili oleh Modantara, hari ini melayangkan peringatan keras terkait wacana pemaksaan komisi 10% dan reklasifikasi mitra pengemudi menjadi pegawai tetap. Pernyataan sikap ini muncul menyusul aksi penyampaian aspirasi oleh sejumlah mitra pengemudi di Jakarta. Modantara menegaskan, kebijakan tersebut berpotensi menghentikan denyut ekonomi digital Indonesia dan memicu krisis baru.

Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, menekankan bahwa solusi atas keresahan mitra harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik. “Ekosistem ini terbukti jadi bantalan sosial saat krisis, oleh karenanya kebijakan yang mengaturnya harus berpijak pada data dan mempertimbangkan dampak jangka panjang,” ujarnya.

Komisi 10% Dinilai Membunuh Inovasi
Modantara secara tegas menolak pemaksaan komisi 10% untuk platform digital. Menurut mereka, komisi tidak bisa diseragamkan karena setiap platform memiliki model bisnis, segmentasi layanan, dan inovasi teknologi yang berbeda. Pemaksaan komisi tunggal justru berpotensi menghambat inovasi, mengancam keberlangsungan layanan, dan menurunkan kualitas pelayanan konsumen.

Reklasifikasi Mitra: Ancaman Nyata Hilangnya Jutaan Pekerjaan
Wacana menjadikan mitra pengemudi sebagai karyawan tetap juga mendapat penolakan keras. Modantara memprediksi, jika skema reklasifikasi mitra diberlakukan, lebih dari **1,4 juta pekerjaan bisa hilang**, dan PDB Indonesia berisiko turun hingga **5,5%**. Data ini didukung oleh kajian Svara Institute (2023) yang menyebutkan bahwa pengubahan status ini dapat menghapus 70-90% lapangan kerja di sektor ini, serta menyebabkan kenaikan harga layanan hingga 30% seperti yang terjadi di Inggris dan Spanyol.

“Ketika niat melindungi justru membuat jutaan mitra kehilangan akses kerja fleksibel, kita perlu berhenti dan bertanya: siapa sebenarnya yang terlindungi?,” tegas Agung Yudha.

Penyesuaian Tarif Harus Adil dan Realistis
Terkait penyesuaian tarif, Modantara mendukung peningkatan kesejahteraan mitra, namun dengan catatan bahwa tarif harus adil, realistis, dan berbasis data. Kenaikan tarif yang terlalu tinggi dikhawatirkan akan menurunkan minat konsumen dan mengurangi layanan di wilayah non-komersial.

Regulasi Pengantaran Digital Butuh Aturan Baru
Modantara juga menyerukan peninjauan ulang ekosistem regulasi yang ada, khususnya terkait layanan pengantaran makanan dan barang berbasis digital (On-Demand Service/ODS). Saat ini, layanan ini masih berada di bawah payung UU Pos No. 38/2009 yang dianggap tidak relevan. Regulasi tarif harus mengakui kenyataan bahwa ODS beroperasi dengan skema dan jenis layanan yang beragam.

Pendapatan Minimum: Niat Baik Berisiko Besar
Meskipun menghargai semangat peningkatan kesejahteraan mitra melalui pendapatan minimum (misalnya setara UMR), Modantara melihat risiko besar dari kebijakan ini. Hal ini dapat memaksa platform membatasi rekrutmen, menaikkan biaya layanan, dan bahkan meninggalkan wilayah operasi yang tidak ekonomis. Modantara justru menyarankan pendekatan adaptif seperti akses pembiayaan ringan, insentif bebas parkir, pembebasan PPN, dan optimalisasi perlindungan sosial BPJS.

Dampak Ekonomi yang Sangat Besar
Industri ojol, taksol, dan kurir online saat ini berkontribusi sebesar 2% PDB Indonesia. Perubahan status menjadi karyawan diperkirakan hanya akan menyerap sebagian kecil mitra (10-30%), menyebabkan 70-90% lainnya kehilangan pekerjaan. Dampak total pada perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai **Rp 178 triliun**, yang mencakup efek lanjutan di sektor lain.

Dampak langsungnya termasuk pelanggan kehilangan akses layanan, terutama bagi mereka yang mengandalkan pengiriman kebutuhan pokok. Selain itu, UMKM yang sangat bergantung pada platform digital akan mengalami penurunan pendapatan drastis, bahkan berpotensi bangkrut karena biaya operasional yang meningkat atau hilangnya jalur penjualan utama.

Modantara menegaskan bahwa pemaksaan kebijakan ketenagakerjaan pada sektor ini akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia, termasuk menurunnya pendapatan jutaan UMKM dan meningkatnya pengangguran, yang pada akhirnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional dan menurunkan kepercayaan investor.(r)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO