CURAHAN hati warga Malomba Mataram disampaikan langsung oleh anggota DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati, S.Sos., dalam pertemuan publik yang penuh haru. Rencana penutupan jalan di kawasan Malomba, Kota Mataram, akhirnya dibatalkan setelah menuai respons keras dari warga, khususnya para pedagang lokal.
Dalam sebuah forum terbuka yang penuh dengan suasana emosional, Nyayu menyampaikan secara langsung aspirasi dan keluhan masyarakat kepada pihak pengelola dan pemerintah kota.
“Kita semua bersyukur, alhamdulillah jalan ini tidak jadi ditutup,” ujar anggota dewan dari daerah pemilihan Ampenan yang akrab disapa “Bunda” dalam pidatonya, baru-baru ini. Ucapan tersebut disambut hangat warga yang hadir, mengakhiri kekhawatiran mereka soal akses jalan yang sangat vital bagi aktivitas ekonomi warga sekitar.
Dalam pidatonya, Nyayu juga mempertanyakan apakah Wali Kota Mataram sudah mengetahui persoalan ini. Ia menekankan pentingnya keterlibatan langsung kepala daerah dalam persoalan yang menyangkut masyarakat kecil.
“Kalau Pak Wali tidak tahu, bagaimana dengan aparat di bawahnya? Kami saja tidak tahu. Saya, Pak Misban, Pak Gufron, ditanya anak-anak, kami tidak tahu,” katanya dengan suara bergetar. Ia meminta agar ke depan, informasi seperti ini disampaikan secara terbuka dan jelas kepada seluruh pihak, termasuk dewan.
Salah satu isu utama yang disorot adalah keluhan pedagang lokal yang dikenai biaya retribusi meski berdagang di lingkungan mereka sendiri. Politisi PDI Perjuangan ini menilai hal tersebut tidak adil.
“Ini curahan hati anak-anak saya. Masa pedagang di daerah sendiri dikenai retribusi?” ujarnya lantang. Ia menyebut telah menerima bukti berupa kwitansi pungutan dari warga, yang memperkuat dugaan adanya pemungutan liar.
Sebagai solusi, Nyayu mengusulkan pertemuan terbuka antara tiga pihak: Walikota Mataram sebagai pemilik aset, pihak pengelola, dan perwakilan dewan sebagai wakil rakyat. Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Mataram ini berharap dialog ini akan menghasilkan solusi yang adil dan menguntungkan semua pihak, khususnya warga kecil yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas perdagangan di sekitar Malomba.
“Kita duduk bersama, kita hormati satu sama lain, supaya semua bisa menikmati Malomba ini secara bersama-sama,” ucapnya. Pertemuan ditutup dengan suasana haru. Beberapa warga yang hadir tampak menangis, begitu pula Nyayu yang turut larut dalam emosi. “Kita nangis, tapi Insya Allah ini demi kebaikan bersama,” ucapnya sebelum meninggalkan mimbar. (fit)