spot_img
Rabu, Juni 18, 2025
spot_img
BerandaBlogProvinsi Pulau Sumbawa: Antara Aspirasi Rakyat dan Ambisi Politik

Provinsi Pulau Sumbawa: Antara Aspirasi Rakyat dan Ambisi Politik

Oleh: Dayyan Zakky Salam
Ketua Umum Forum Mahasiswa Hukum Samawa Universitas Mataram

Wacana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa kembali menjadi buah bibir di tengah masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB). Di berbagai forum, baik formal maupun informal, suara-suara dukungan terhadap pemekaran wilayah terus digaungkan. Tuntutan ini disebut sebagai ikhtiar untuk mempercepat pemerataan pembangunan, memperkuat pelayanan publik, dan memberikan ruang yang lebih luas bagi kearifan lokal Pulau Sumbawa untuk berkembang.

Namun dalam semangat euforia aspirasi itu, ada baiknya kita menengok lebih jernih: benarkah ini sepenuhnya aspirasi rakyat, atau justru ambisi elite yang terbungkus dalam baju kepentingan publik?

Kesenjangan Nyata, Tapi Solusinya?

Tidak bisa disangkal bahwa Pulau Sumbawa memiliki tantangan pembangunan yang berat. Akses jalan, fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, serta tingkat kesejahteraan masih tertinggal dibandingkan wilayah Lombok, yang kini menjadi pusat administrasi Provinsi NTB. Ketimpangan ini nyata, dan menjadi dasar argumen utama para pendukung pemekaran.

Namun, pertanyaannya adalah: apakah membentuk provinsi baru adalah satu-satunya atau bahkan solusi terbaik? Ketika akar persoalan justru berada pada pola distribusi anggaran, lemahnya perencanaan pembangunan daerah, serta birokrasi yang cenderung sentralistis dan elitis, maka membentuk provinsi baru bisa jadi hanya menambah lapisan administratif tanpa menyentuh akar masalah sebenarnya.

Belajar dari Pemekaran Sebelumnya

Kita telah memiliki cukup banyak contoh pemekaran daerah yang justru tidak membawa dampak signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Laporan evaluasi Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa lebih dari 70% daerah hasil pemekaran gagal mandiri secara fiskal dan administratif. Alih-alih menjadi pusat pertumbuhan baru, banyak yang justru menjadi beban fiskal negara.

Bukan tidak mungkin, Provinsi Pulau Sumbawa – jika terbentuk – hanya akan menjadi “provinsi elitis”, dengan elit baru yang menikmati jabatan baru, sementara rakyat tetap bergelut dengan masalah lama: kemiskinan, pengangguran, akses layanan publik yang jauh dari ideal.

Siapa Diuntungkan?

Wacana pemekaran seringkali menjadi ajang politik identitas dan proyek kekuasaan. Ketika jabatan baru terbuka – mulai dari gubernur, DPRD provinsi, hingga pejabat-pejabat struktural – maka peluang politik terbuka lebar. Sayangnya, dalam banyak kasus, rakyat hanya dijadikan instrumen legitimasi, bukan penerima manfaat utama.

Kita patut bertanya, sejauh mana rakyat Sumbawa benar-benar memahami dan mendukung agenda ini? Adakah ruang-ruang partisipatif yang disediakan untuk mendengar suara masyarakat akar rumput, bukan hanya elite birokrasi atau politik?

Jalan Tengah: Otonomi dalam Keadilan

Pemekaran wilayah bukanlah sesuatu yang tabu, apalagi jika disiapkan dengan matang. Namun, kita harus kritis dan rasional. Jika tujuannya adalah pemerataan pembangunan dan penguatan layanan publik, maka ada cara lain yang lebih strategis dan realistis.

Pemerintah provinsi NTB harus ditekan untuk melakukan distribusi anggaran yang lebih adil. Penguatan kelembagaan di kabupaten/kota, perencanaan pembangunan berbasis partisipasi publik, dan transparansi anggaran bisa menjadi solusi nyata tanpa harus menunggu keputusan politik di tingkat pusat yang belum tentu datang.

Evaluasi Rasional dan Strategis

Dalam konteks kebijakan publik, setiap bentuk pemekaran—baik provinsi maupun kota madya—haruslah melewati proses evaluasi rasional berbasis data: seberapa siap SDM dan infrastruktur? Apakah mampu menopang pembiayaan? Apakah masyarakat memahami implikasi jangka panjangnya? Dan yang paling penting, adakah jaminan bahwa pemekaran tersebut akan mengubah kualitas hidup masyarakat secara nyata?

Pemekaran wilayah bukan sekadar soal membentuk pemerintahan baru, tetapi soal merancang ulang sistem pelayanan, pembiayaan, hingga partisipasi warga. Tanpa rencana induk dan roadmap yang jelas, pemekaran hanya akan menambah masalah baru.

Menimbang Jalan Lain

Jika memang cita-cita utamanya adalah menghadirkan pelayanan publik yang lebih dekat, efisien, dan adil, maka mungkin sudah saatnya kita lebih terbuka pada opsi seperti peningkatan status kota administratif, reformasi tata kelola kabupaten, atau penguatan mekanisme distribusi anggaran yang berpihak pada wilayah tertinggal.

Pulau Sumbawa tidak kekurangan energi, sumber daya, atau semangat kolektif. Yang kurang adalah arah strategis yang benar-benar memprioritaskan kebutuhan rakyat di atas kepentingan politik sesaat.

Penutup

Perdebatan tentang pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa atau menjadikan Sumbawa sebagai kota madya bukan sekadar pilihan administratif. Ini adalah momen untuk menentukan masa depan tata kelola, arah pembangunan, dan nilai-nilai demokrasi lokal kita. Setiap opsi memiliki implikasi, dan setiap keputusan akan membawa konsekuensi.

Sebagai masyarakat sipil, kita harus menjadi penjaga akal sehat dalam proses ini. Menolak euforia yang tidak rasional, dan menuntut bukti nyata bahwa setiap langkah pemekaran benar-benar demi rakyat, bukan hanya demi kekuasaan.

Wacana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa adalah momen penting untuk menguji kedewasaan demokrasi lokal. Aspirasi boleh diperjuangkan, tapi harus disertai kejujuran intelektual: apakah ini benar-benar untuk rakyat, atau hanya proyek segelintir elite?

Sebagai anak muda Sumbawa, saya sangat mendukung pemekaran provinsi pulau sumbawa. Namun, Provinsi baru tidak akan berarti apa-apa jika sistem lama tetap kita pelihara.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -









VIDEO