spot_img
Jumat, Juni 20, 2025
spot_img
BerandaNTBKOTA MATARAMDisdik Kota Mataram Rancang Satgas Penanganan Kekerasan dan Perundungan di Sekolah

Disdik Kota Mataram Rancang Satgas Penanganan Kekerasan dan Perundungan di Sekolah

Mataram (Suara NTB) – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram tengah merancang pembentukan satuan tugas (satgas) khusus di sekolah-sekolah untuk menangani berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, perundungan (bullying), serta kekerasan verbal dan non-verbal. Langkah ini menjadi bagian dari upaya strategis mewujudkan layanan pendidikan yang inklusif dan ramah anak.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Yusuf, mengakui bahwa hingga saat ini satgas semacam itu memang belum tersedia di lingkupnya. Namun, pihaknya sedang menyiapkan langkah konkret untuk segera membentuknya.

“Belum ya, tapi itu yang akan kita buat. Saya sekarang lagi diklat kepemimpinan, dan salah satu rancangan proyek saya salah satunya adalah ke arah sana. Judulnya kepemimpinan strategis dalam transformasi layanan pendidikan inklusif dan ramah anak,” ujarnya saat diwawancarai pada Senin, 2 Juni 2025.

Ia menegaskan bahwa tujuan dari pembentukan satgas ini adalah membangun sistem penanganan cepat dan terintegrasi terhadap berbagai bentuk kekerasan di lingkungan sekolah. Hal ini juga sesuai dengan amanat Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

“Ini adalah hal yang penting. Sedang kita rancang dan diusahakan tahun ini,” ucap Yusuf.

Satgas tersebut dirancang untuk menangani kasus kekerasan secara menyeluruh, termasuk kekerasan fisik, verbal, perundungan, serta kekerasan berbasis gender. Rencana awalnya, pembentukan satgas akan dilakukan di beberapa sekolah sebagai proyek percontohan. Jika sudah berjalan efektif, model ini akan diperluas ke seluruh jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, hingga SMP.

“Untuk awalnya kita jadikan sekolah sampel dulu, kalau sudah berjalan baru diratakan ke sekolah-sekolah lain,” tambahnya.

Upaya ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman dan nyaman, mendukung perkembangan psikologis siswa, serta memperkuat sistem pelaporan dan pendampingan bagi korban kekerasan di sekolah.

Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, sebelumnya menilai bahwa akar persoalan maraknya kekerasan di lingkungan pendidikan terletak pada lemahnya tata kelola lembaga pendidikan. Ia menyebut, meskipun Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 dan No. 55 Tahun 2024 telah memberikan kerangka jelas mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan, pelaksanaannya masih jauh dari ideal.

Joko juga mengkritik pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) yang, menurutnya, seringkali hanya dilakukan untuk memenuhi kewajiban administratif. Ia menyayangkan banyaknya satgas yang dibentuk tanpa pemahaman memadai tentang tugas dan tanggung jawabnya, sehingga kehadirannya hanya bersifat formalitas.

Senada dengan itu, juru bicara Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak NTB, Nur Jannah, menegaskan bahwa lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang yang aman dan terbebas dari segala bentuk kekerasan, baik seksual, perundungan, maupun intoleransi. Namun realita di lapangan, menurutnya, justru menunjukkan bahwa Satgas PPKS belum berfungsi sebagaimana mestinya. Ia menyebut satgas sering kali dijadikan sebagai pihak penengah, bukan pelindung yang berpihak kepada korban.

Baik Joko maupun Jannah sepakat bahwa struktur kelembagaan semata tidak cukup. Dibutuhkan fungsi yang berjalan efektif, didukung oleh penguatan sumber daya manusia, pendanaan, serta keberpihakan nyata terhadap korban. Mereka menekankan pentingnya kolaborasi lintas pihak pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan masyarakat, untuk menciptakan sistem perlindungan anak yang benar-benar berjalan. (hir)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO