Mataram (Suara NTB) – Di tengah padatnya puncak ibadah haji dan kondisi cuaca ekstrem, penundaan Program Tanazul menambah tantangan bagi jemaah haji, termasuk asal Kota Mataram. Kemenag Kota Mataram memastikan tetap waspada dan siap menjaga kesehatan jemaah, terlebih dengan banyaknya jemaah lansia dan sakit yang harus tetap bermalam di Mina.
Program Tanazul untuk jemaah haji Indonesia resmi ditunda pelaksanaannya pada musim haji 1446 H/2025 M. Keputusan ini diambil menyusul kebijakan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi yang mempertimbangkan aspek keselamatan jemaah, terutama dalam menghadapi kepadatan dan cuaca ekstrem di wilayah Mina.
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Kota Mataram, Kasmi, menyampaikan bahwa penundaan tersebut kemungkinan berkaitan dengan perubahan struktur pengelolaan teknis ibadah haji di Arab Saudi.
“Sebelumnya proses haji ini yang bertanggung jawab di pemerintah Arab namanya Muassasah. Nah, sekarang diserahkan ke pihak swasta, yaitu syarikah,” ucap Kasmi saat dihubungi, Rabu, 4 Juni 2025.
Kasmi menjelaskan bahwa syarikah merupakan entitas baru yang ditunjuk untuk menggantikan peran Muassasah dalam penyelenggaraan teknis layanan haji. Namun karena masih dalam tahap penyesuaian, terdapat berbagai kendala di lapangan yang belum tertangani secara optimal.
“Karena mereka ini masih baru, sehingga masih banyak kekurangan di sana-sini,” katanya.
Menurutnya, penundaan Program Tanazul adalah langkah untuk menjaga keselamatan bersama. Program ini sebelumnya memungkinkan jemaah tertentu, terutama lansia atau jemaah dengan kondisi kesehatan terbatas, kembali lebih awal ke hotel tanpa mabit (bermalam) di Mina. Dengan pembatalan program ini, semua jemaah tetap diarahkan untuk bermalam di Mina.
“Jemaah haji setelah wukuf akan menginap di Mina, jadi mereka yang lansia dan sakit akan disarankan untuk tetap di tenda saja karena tidak bisa kembali ke hotel,” jelasnya.
Kondisi tersebut membuat aspek logistik dan kesehatan menjadi perhatian utama petugas. “Oleh sebab itu, pihak Kemenag akan tetap waspada dengan kondisi kesehatan jemaah haji Kota Mataram,” tuturnya.
Ia juga menegaskan pentingnya kehadiran jemaah haji di Arafah, termasuk bagi mereka yang sedang dalam kondisi sakit. “Haji intinya di Padang Arafah. Jadi jemaah yang sakit pun tetap harus ada di sana,” ujarnya.
Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama. Setelah melaksanakan wukuf, jemaah akan melanjutkan perjalanan ke Mina untuk prosesi ibadah berikutnya.
“Setelah wukuf, mereka pergi ke Mina untuk persiapan melontar jumrah. Melempar jumrah ini boleh diwakilkan,” tutupnya.(hir)