Sebanyak 15 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Lombok Barat (Lobar) meninggal di luar negeri, baik itu di Malaysia, Arab Saudi maupun negara lainnya. Kebanyakan PMI yang meninggal tersebut, berangkat secara ilegal. Atas tingginya kasus PMI bermasalah dan meninggal di luar negeri, DPRD minta agar upaya pencegahan diperkuat oleh Pemkab Lobar.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lobar H. L. Martajaya menerangkan dari data awal tahun ini ada dua PMI yang meninggal di luar negeri. Tahun lalu terdapat 13 orang PMI yang meninggal. “Ada dua kasus (PMI meninggal) tahun ini, Tahun lalu ada 13 orang. Kita tetap turun edukasi, seperti saat ada kejadian (kasus) Kita edukasi langsung,” terang Martajaya, kemarin.
Dari 15 kasus kejadian PMI meninggal ini terbesar di beberapa tempat, seperti Kediri, Bagik Polak, Lembar, Lingsar.
Pihaknya sering memberikan edukasi kepada masyarakat, termasuk ketika terjadi kejadian PMI yang meninggal di luar negeri. Pihaknya memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap kejadian PMI yang berangkat legal dan ilegal. PMI yang berangkat legal, kalau terjadi apa-apa di luar negeri seperti meninggal akan mendapatkan hak-haknya, seperti sisa gaji, BPJS Ketenagakerjaan, asuransi dari Malaysia yang dibayar tidak sekaligus tapi dibayarkan per bulan selama ahli waris masih hidup. “Itu lebihnya kalau berangkat resmi (legal),” terangnya.
Berbeda dengan yang berangkat legal, seperti kejadian PMI berangkat resmi dan meninggal di luar negeri, korban diberikan hak-haknya. Rata-rata PMI yang meninggal kebanyakan yang ilegal. Namun pemerintah tetap mengurus kalau terjadi kejadian meninggal, hanya saja tidak bisa dipaksakan diberikan hak-haknya. Seperti kejadian di Dasan Geria, PMI wanita dibunuh oleh majikannya. Namun, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang turun memberikan arahan agar tidak mau damai. Sebab kalau ada warga Indonesia yang membunuh majikannya, diminta damai Rp120 miliar.
Disebutkan kantong-kantong PMI dl Lobar terdiri dari Sekotong, Kediri, dan Narmada. Wilayah ini menjadi tiga besar kantong PMI. Sekotong, katanya, termasuk wilayah yang memiliki kasus PMI lumayan banyak. Munculnya kasus PMI, karena iming-iming oleh calo atau tekong. Iming-iming yang diberikan berupa kelengkapan koper dan uang Rp3 juta kepada PMI. Keluarga PMI juga diberikan uang Rp10 juta. “Koper diberikan baru, uang Rp3 juta, suaminya (keluarga) diberikan Rp10 juta,” ujarnya.
Pihaknya juga sudah menindaklanjuti kejadian PMI asal Buwun Sejati yang meninggal di Malaysia. Pihaknya berkoordinasi dengan BP2MI terkait kepulangan jenazah korban. “Ini jadi kewenangan dari pihak BP2MI, tapi karena lokasi ada di Lobar maka kami harus bersama-sama, itu sudah jadi kewajiban kami. Apapun yang yang terjadi terhadap PMI kita turun,” terangnya.
Terkait status PMI ini, pihaknya akan menelusuri dan mengecek apakah status masih legal atau tidak, karena overstay di Malaysia atau belum. Bersangkutan setelah dicek, tercatat namun alamatnya berbeda dengan nama yang sama. Untuk itulah ia perlu mengecek secara pasti, sebab jangan sampai merugikan bersangkutan dan keluarga.
Menyangkut hak-hak korban kalau diberangkatkan legal, maka hak-hak diberikan seperti BPJS Ketenagakerjaan, Jamsostek, dan hak-hak lainnya. Begitu pula sebaliknya, dari perusahaan akan memberikan hal ke bersangkutan. “Tapi kalau ilegal, ini yang bukan kewenangan BPJS maupun perusahaan, tapi ini kita lihat dulu agar tidak merugikan pihak korban,”tegasnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Lobar Dr. Syamsuriansyah, M.Kes., meminta kepada pemkab dalam hal ini Disnaker untuk intens melakukan identifikasi perusahaan-perusahaan PPKIS (PJTKI) di wilayah Lobar. Itu sebagai bahan pihaknya untuk mengawasi perusahaan pengerah tenaga kerja ini. Selain itu bisa memberikan perlindungan hukum dan kesejahteraan bagi PMI.
Ia juga meminta Disnaker mewajibkan semua perusahaan baik luar maupun dalam negeri untuk memasukkan tenaga kerja ke kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
“Untuk semua pekerja, baik yang di Lobar maupun TKI, jangan sampai Disnaker bahwa ini korban diberangkatkan perusahaan tertentu. Disnaker harus punya data kaitan dengan PMI kita yang dipekerjakan di luar negeri,” tegasnya.
Dengan begitu perusahaan yang bersangkutan bertanggung jawab memberikan perlindungan dan kesejahteraan PMI. Ia mengusulkan ada ruang bagi DPRD untuk turun ke daerah-daerah yang menjadi kantong PMI, sehingga dewan bisa mengetahui kondisi PMI di luar negeri. “Edukasi pencegahan mitigasi harus diperkuat,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Lobar Muhali. Pihaknya pun mengagendakan untuk memanggil OPD terkait untuk membahas secara lebih spesifik terkait persoalan PMI Lobar ini. “Kami akan panggil OPD untuk membahas ini, kami juga minta data jumlah perusahaan PJTKI untuk memudahkan pengawasan,”tegasnya.
Lebih lanjut belajar dari kasus meninggalnya PMI asal Buwun Sejati, Politisi PPP ini meminta ada langkah serius untuk pencegahan agar tidak terulang kembali kasus serupa. Ia juga meminta edukasi dan sosialisasi tentang dampak atau akibat pemberangkatan ilegal maupun legal. “Harus serius ini ditangani,” tegasnya. (her)