spot_img
Jumat, November 7, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEInspektorat Tindaklanjuti Audit BPK Soal Kelebihan Anggaran Rp193 Miliar di RSUP NTB

Inspektorat Tindaklanjuti Audit BPK Soal Kelebihan Anggaran Rp193 Miliar di RSUP NTB

Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB melalui Inspektorat, sedang menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan anggaran di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB. Dalam auditnya, BPK menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola di rumah sakit ini. Termasuk salah satunya adalah temuan kelebihan belanja hingga Rp193 miliar di akhir tahun 2024 lalu.

Demikian diungkapkan, Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Inspektorat NTB, H.Lalu Hamdi, Jumat, 13 Juni 2025  kepada Suara NTB. Hamdi menegaskan, saat ini pihaknya masih menelusuri kelebihan belanja hingga hampir menyentuh angka Rp200 miliar tersebut. Namun, disampaikan bahwa saat ini, nilai tersebut semakin berkurang, artinya tidak lagi Rp193 miliar.

“Tidak ada (pengadaan obat) fiktif, tapi memang ada kekeliruan dalam pencatatan. Administrasinya tidak rapi. Sekarang kita sedang telusuri terus aliran distribusi obat itu. Nilainya pun sudah jauh berkurang setelah ditemukan data-data baru,” ujarnya.

Menurutnya, setelah dilakukan rapat konsolidasi dengan pengelola RSUP, banyak ketidaksesuaian pencatatan yang mulai dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. “Sudah bisa dijelaskan ke mana saja distribusi obat itu. Masalahnya bukan pada ketiadaan barang, tapi sistem administrasinya yang harus diperbaiki,” sambungnya.

Selain kelebihan belanja Rp193 miliar, Inspektorat juga sedang menelusuri terkait tata kelola di RS milik Provinsi NTB ini, termasuk dengan pengelolaan anggaran, dan sistem penerimaan BPJS Kesehatan.

“Rekomendasi BPK terkait dengan tata kelola. Kemudian terkait dengan merapikan anggaran, merapikan sistem penerimaan dari BPJS. Harus berimbang, jangan sampai ada pasien yang tidak terakomodir di dalam pembayaran BPJS. Kemudian biaya operasional,” jelasnya.

Dalam rekomendasinya, BPK juga meminta agar RSUP memperkuat fungsi pengawasan internal dan menyesuaikan biaya operasional dengan pendapatan aktual agar lebih efisien. “Tidak sesuai pengeluaran dengan pendapatan, itu mau diefisienkan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama RSUD Provinsi NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra, menyampaikan terkait temuan kelebihan belanja hingga Rp193 miliar tersebut. Menurutnya, kelebihan belanja tersebut bukan sepenuhnya kesalahan pembelanjaan. Namun, akibat sistem pengelolaan yang sudah berjalan.

Dalam sistem belanja di RSUD NTB memungkinkan untuk meninggalkan utang. Sebab mekanismenya, melakukan belanja barang terlebih dulu baru kemudian pembayaran sesuai ketersediaan anggaran.

“Jadi kita itu belanja dulu, baru kita masukkan perencanaannya. Misalnya, kita beli obat amoxilin 1.000 dan terpakai hanya 500. Nah, sisanya yang 500 itu dianggap berlebihan,” terangnya.

Menurutnya, berdasarkan regulasi mekanisme belanja seperti itu boleh. Pasalnya, barang yang dibeli memang tersedia dan tidak fiktif. “Kan obatnya memang ada, bukan mengada-ngada,” pungkasnya. (era)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO