spot_img
Selasa, Juli 15, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK UTARADPRD Klaim Dinas PU Keliru, Pemotongan Denda Keterlambatan dari Pembayaran Sisa Kontrak

DPRD Klaim Dinas PU Keliru, Pemotongan Denda Keterlambatan dari Pembayaran Sisa Kontrak

Tanjung (Suara NTB) – Komisi III DPRD Lombok Utara mengklaim Pemda Lombok Utara melalui Instansi Teknis keliru menerapkan denda keterlambatan dengan melakukan pemotongan pada sisa pembayaran kontrak proyek gedung DPRD KLU. Sebaliknya, Komisi III menyebut denda keterlambatan harus dibayarkan lebih awal karena bukti pembayaran tersebut menjadi salah satu syarat untuk mengklaim sisa kontrak pada kas daerah.

‘’Kami anggap langkah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) keliru kalau harus menunggu transferan sisa kontrak lali memotong denda keterlambatan. Itu tidak mencerminkan pelaksanaan administrasi dari kegiatan gedung Dewan ini,’’ tegas Ketua Komisi III DPRD KLU, Sutranto, SH., Rabu, 26 Juni 2025.

Ia menegaskan, adanya sanksi berupa denda keterlambatan kepada kontraktor proyek merupakan cara pemerintah untuk mendisiplinkan pekerjaan agar diselesaikan lebih cepat. Pun demikian dengan sanksi keterlambatan yang dikenakan menurut ketentuan perundang-undangan.

Sutranto menilai, PPK agar membedakan antara pembayaran sanksi keterlambatan menurut kontrak dengan pengenaan sanksi atas item-item yang diperiksa dan menjadi temuan LHP BPK terhadap kualitas pekerjaan gedung tersebut.

“Sanksi keterlambatan kontrak tetap berlaku 1/1000 per hari dikali nilai kontrak. Ini harus dibayar setelah pekerjaan selesai.”

“Sedangkan yang diperiksa oleh BPK itu bersifat keseluruhan setelah pekerjaan 100 persen. Walaupun kedua anggaran denda muncul dalam anggaran (APBD) Perubahan, tetapi denda keterlambatan tidak bisa dipotong setelah dilakukan transfer oleh Bendahara Daerah kepada kontraktor,” jelasnya.

Atas dasar itulah, Komisi III menurut Politisi PKB KLU ini, akan memanggil dinas terkait untuk mendapatkan klarifikasi. Ia berharap, saat pemanggilan nanti, termasuk Kepala Dinas, ikut hadir. Tujuannya agar persepsi disiplin dalam menjalankan proyek pemerintah seragam.

Pihaknya tidak ingin, dana pemerintah menjadi “bemper” dalam pembayaran denda keterlambatan. Sebaliknya, Dinas harus memastikan bahwa kontraktor tidak hanya mapan secara kualitas pekerjaan, tetapi juga mapan secara finansial agar pengerjaan proyek berjalan lancar.

“Kalau sekarang kita menunggu pembayaran dari dana yang ditransfer oleh BKAD, kesannya kontraktor tidak memiliki anggaran untuk membayar denda,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, proyek gedung DPRD KLU dibangun sepaket dengan gedung Kantor Dinsos PPPA KLU. Paket ini bernilai Rp 10 miliar, dimenang oleh CV SKM sesuai kontrak Nomor 027/03/SPK/PPK-CK/Lelang/DPUPR-PKP/VII/2024. Kontrak kerja proyek berlangsung 120 hari kerja (21 Agustus – 18 Desember 2024).

Karena tidak selesai di akhir waktu kontrak, dinas dan kontraktor membuat dua kali addendum dengan kesepakatan penambahan nilai kontrak menjadi Rp 10,475 miliar akibat perubahan pekerjaan, dan batas pekerjaan sampai 17 Februari 2025.

Pekerjaan tersebut telah dibayar 83 persen tanggal 30 Desember  dengan nilai  Rp 8,712 miliar lebih, serta sisa yang belum dibayar Rp 1,762 miliar lebih. Dari sanksi keterlambatan, kontraktor diwajibkan membayar kembali ke daerah sebesar Rp 443 juta lebih atau 1 per mil per hari.

PPK, Rangga Wijaya, ST., mengakui pihak kontraktor belum membayar denda kepada daerah. Biaya denda keterlambatan pekerjaan, kata dia, akan dipotong dari sisa pembayaran proyek Rp 1.762.703.250 tersebut.

“Pembayaran sisanya di APBD Perubahan tahun anggaran 2025. Langsung dipotong dari sana nanti,” ucapnya kepada wartawan. (ari)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO