spot_img
Sabtu, Juli 19, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMPOLITIKFITRA NTB: Anggota Dewan yang Kerjakan Proyek Pokir Menyalahi Aturan

FITRA NTB: Anggota Dewan yang Kerjakan Proyek Pokir Menyalahi Aturan

Mataram (Suara NTB) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyoroti keterlibatan sejumlah anggota DPRD dalam pelaksanaan program Pokok-pokok Pikiran (Pokir). FITRA menilai keterlibatan langsung anggota dewan dalam pengerjaan proyek Pokir bertentangan dengan regulasi yang berlaku.

Direktur FITRA NTB, Ramli Ernanda, menegaskan bahwa DPRD hanya memiliki kewenangan untuk mengusulkan program melalui pokir, bukan mengeksekusinya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah.

“Memang aturannya seperti itu. Pokir adalah saluran legal dan bagian dari perencanaan pembangunan daerah, tapi dewan tidak boleh sampai mengeksekusi program karena itu ranah eksekutif,” ujar Ramli saat dikonfirmasi wartawan, Rabu, 25 Juni 2025.

Pernyataan Ramli sejalan dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Provinsi NTB belum lama ini. Mendagri menyebut bahwa DPRD tidak diperkenankan mengerjakan proyek Pokir karena bertentangan dengan fungsi legislatif.

Ramli juga menyoroti kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran Pokir DPRD. Ia menyatakan, hingga saat ini FITRA belum melihat adanya keterbukaan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pokir. Akibatnya, anggaran yang mencapai ratusan miliar rupiah dinilai tidak tepat sasaran.

“Pengelolaan pokir perlu diatur agar transparan, berkeadilan, akuntabel, dan berdampak. Jangan sampai anggaran menumpuk di daerah pemilihan yang sebenarnya tidak terlalu prioritas dari sisi persoalan sosial ekonomi masyarakat,” katanya.

Terkait sumber anggaran pokir, Ramli menyebut tidak menjadi persoalan apakah berasal dari Dana Transfer Pusat, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), atau Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Yang terpenting, menurutnya, adalah kesesuaian dengan aturan dan kemampuan program dalam menjawab kebutuhan masyarakat serta selaras dengan prioritas pembangunan daerah.

“Soal sumber dana bukan masalah utama, asalkan sesuai aturan dan pelaksanaannya menyentuh kebutuhan masyarakat. Kuncinya ada pada tata kelola,” pungkasnya. (ndi)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -





VIDEO