Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur kembali melayangkan surat pemanggilan kedua kepada salah satu tersangka berinisial M, dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan sumur bor irigasi pertanian di Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
Pemanggilan tersebut dilakukan karena M tidak memenuhi panggilan pertama dari penyidik. Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur, Ida Bagus Putu Swadharma, Senin, 30 Juni 2025, menyatakan bahwa pemanggilan kedua telah dijadwalkan untuk Kamis, 3 Juli 2025, di Kantor Kejari Mataram.
“Kami masih melakukan pemanggilan secara patut terhadap yang bersangkutan,” ujar Swadharma. M berpotensi dijemput paksa jika kembali mangkir. Hal itu sesuai dengan Pasal 154 ayat (6) KUHAP, yang mengatur bahwa penjemputan paksa dapat dilakukan setelah dua kali pemanggilan tidak dipenuhi oleh tersangka.
Dalam kasus ini, Kejari Mataram telah menetapkan empat tersangka, yakni:
DS – Pejabat Pembuat Komitmen (saat ini sudah pensiun), ABS – Penyedia barang/jasa, M – Pelaksana pekerjaan, dan AST – Konsultan pengawas.
Dari keempat tersangka, DS dan AST telah lebih dahulu ditahan pada Kamis, 12 Juni 2025. M dan AST sempat mangkir dari panggilan pertama. Namun setelah dijadwalkan ulang, hanya AST yang memenuhi panggilan dan telah ditahan pada Kamis, 19 Juni 2025, di Lapas yang sama dengan tersangka lainnya.
Kasus ini bermula dari penyelidikan yang dilakukan pada 10 November 2023, setelah ditemukan proyek sumur bor yang tidak dapat dimanfaatkan alias mangkrak. Berdasarkan hasil audit Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), proyek tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1.051.471.400.
Audit tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Audit/Pemeriksaan Khusus Nomor: 700/246-V/LHA.Itp.Sus-INSP/2025, tertanggal 14 Mei 2025. Analisis teknis proyek turut melibatkan tim ahli konstruksi dari Fakultas Teknik Universitas Mataram (Unram).
Proyek ini merupakan bagian dari program Direktorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), dengan pelaksana proyek CV Samas. Dari pagu anggaran sebesar Rp1,24 miliar, nilai kontrak proyek sebesar Rp1,13 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 65 ayat (1) KUHP. Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 3 UU Tipikor.
Dalam penyidikan, jaksa telah memeriksa belasan saksi dari berbagai instansi, termasuk Pemkab Lombok Timur, Kemendes PDTT, kontraktor, hingga pihak swasta. (mit)