Sumbawa Besar (Suara NTB) – Dewan Pendidikan Kabupaten Sumbawa (DPKS) menemukan sejumlah persoalan serius terkait kondisi sarana dan prasarana pendidikan di beberapa sekolah terutama di wilayah terpencil mulai dari berdinding triplek hingga plapon ambruk.
“Temuan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah, karena ini merupakan persoalan mendasar dalam menciptakan generasi emas Sumbawa,” kata Anggota DPKS Sumbawa, Jhon Kennedi, kepada wartawan, Selasa, 1 Juli 2025.
Jhon pun meyakinkan, apa yang menjadi temuan tersebut sudah dilaporkan ke Bupati dan DPRD. Pihaknya pun berharap laporan ini bisa menjadi dasar pertimbangan kebijakan anggaran dan perencanaan pembangunan pendidikan di Sumbawa.
“Kami mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) agar segera merespons dan mengalokasikan anggaran untuk memperbaiki kondisi sekolah-sekolah ini,” ucapnya.
Seraya menambahkan “Pendidikan adalah hak dasar dan harus dijamin kualitasnya meskipun berada di pelosok. Jangan sampai ada kesan sekolah didalam kota lebih diperhatikan dan sekolah di pelosok dibiarkan terbengkalai,” tegasnya.
Jhon melanjutkan, ada tiga sekolah yang dikunjungi yakni SDN Semongkat Sampar di Kecamatan Batu Lanteh, SDN dan SMP Satu Atap (Satap) Teladan di Kecamatan Lenangguar, serta SDN 1 dan SMP 3 Satap Senawang di Kecamatan Orong Telu. Hasil temuan menunjukkan masih banyak sekolah yang jauh dari standar pelayanan minimal pendidikan.
“Di SDN Semongkat Sampar kita temukan infrastruktur terbatas dan hampir seluruh ruang kelas disekat menggunakan triplek. Sekolah ini juga tidak memiliki ruang perpustakaan, ruang UKS, maupun musholla,” jelasnya.
Selain itu, fasilitas penunjang seperti cromebook, buku penunjang, dan alat olahraga juga belum tersedia.
“Sejak pembangunan ruang kelas selesai dilakukan pada tahun 2006, sekolah ini belum pernah menerima bantuan tambahan dari pemerintah, baik berupa pembangunan fisik maupun pengadaan sarana penunjang,” sebutnya.
Di SMP Satap Teladan, Kecamatan Lenangguar, pihaknya menemukan bahwa sekolah ini hanya memiliki dua ruang kelas, yang juga difungsikan sebagai ruang guru dan kepala sekolah. Ruang kelas 7 dan 8 hanya dipisahkan papan tulis yang robek, yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak efektif karena gangguan suara antar kelas.
“Sekolah ini juga mengalami kekurangan guru untuk beberapa mata pelajaran inti seperti PPKn dan Penjaskes,” ujarnya.
Selain itu, kondisi kamar mandi sudah tidak layak digunakan karena atap bangunan roboh. Tidak adanya akses internet dan perangkat pendukung seperti cromebook membuat siswa harus pergi ke desa Lenangguar untuk mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).
“Kondisi seperti ini harus menjadi perhatian pemerintah karena masalah pendidikan adalah hak masyarakat dengan kualitas yang bagus,” terangnya.
Sementara, di SDN 01 dan SMP 3 Satap Senawang, Kecamatan Orong Telu, hasil monev mencatat kekurangan ruang kelas yang memaksa pihak sekolah menyekat ruang menjadi dua untuk menampung kelas 1 dan 2. Kedua sekolah juga tidak memiliki ruang guru, perpustakaan, musholla, maupun laboratorium.
“Meja dan kursi untuk kelas 1 SD dinilai tidak layak pakai, dan kamar mandi SMP mengalami kerusakan berat. Sekolah juga belum menerima bantuan perangkat teknologi seperti cromebook dan tidak memiliki akses internet,” tutupnya. (ils)