Mataram (Suara NTB) – Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan tawaran paket umrah murah dari salah satu travel. Hanya dengan Rp25 juta, jamaah dijanjikan bisa beribadah sebulan penuh di Tanah Suci Makkah. Namun, penawaran tersebut menuai kontroversi karena dianggap tidak sesuai dengan standar minimal pelayanan yang telah ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag).
Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Bali Nusra, H. Zamroni, menegaskan bahwa masyarakat harus waspada terhadap paket umrah murah yang berpotensi menimbulkan risiko.
“Harga itu tidak sesuai dengan ketentuan Kemenag. Standar minimal umrah ditetapkan Rp23 juta untuk ibadah 9 hari. Sementara ini ada travel menawarkan 25 hari hanya Rp25 juta. Tentu menimbulkan pertanyaan,” tegas Zamroni di Mataram, Selasa, 26 Agustus 2025.
Berdasarkan klarifikasi yang dilakukan, paket murah tersebut ternyata menekan banyak komponen layanan. Jamaah tidak mendapat makan dengan catering standar, melainkan hanya dibekali beras untuk dimasak sendiri di hotel. Selain itu, hotel yang dipakai tidak memiliki akses langsung ke Masjidil Haram sehingga jamaah harus naik bus dan turun di terminal sebelum masuk area masjid.
“Secara hitungan mungkin masuk logika kalau fasilitas dikurangi. Tapi risikonya sangat besar. Sedikit saja ada kenaikan harga, bisa berdampak serius pada jamaah,” jelas Zamroni.
Secara ekonomi, sulit bagi penyelenggara untuk memberikan layanan umrah sebulan penuh hanya dengan Rp25 juta tanpa mengorbankan kualitas. Harga tiket pesawat, akomodasi, transportasi, hingga makan sehari-hari sudah memiliki standar tertentu.
Jika travel tetap memaksa menjual dengan harga murah, maka risikonya adalah layanan tidak layak atau bahkan jamaah gagal berangkat. Karena itu, menurut Zamroni, pemerintah harus lebih tegas mengawasi agar masyarakat tidak terjebak iming-iming harga murah yang berujung kerugian.
Fenomena paket murah ini bukan kali pertama terjadi. Beberapa kasus penipuan umrah sebelumnya juga berawal dari tawaran harga miring. “Kita tidak bisa langsung menyebut murah itu pasti menipu, tapi pola seperti ini sering berakhir masalah. Karena itu kami mengingatkan jamaah agar lebih waspada,” tambahnya.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Kemenag, meski sudah ada Keputusan Menteri Agama (KMA) yang mengatur standar minimal layanan dan biaya umrah. “Kalau aturan sudah ada, seharusnya ditegakkan. Kalau tidak, untuk apa aturan itu dibuat? Regulator harus memastikan jamaah mendapat layanan sesuai standar,” tegasnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab asosiasi, Amphuri bersama sejumlah penyelenggara travel resmi telah melayangkan surat keberatan ke Kemenag. Mereka mendesak agar travel yang menawarkan paket tidak sesuai standar segera ditindak. “Kami tidak iri. Kami hanya ingin jamaah terlindungi. Kalau semua berlomba menawarkan murah tanpa standar, jamaah yang jadi korban,” ujar Zamroni. (bul)


