Mataram (Suara NTB) – Dinas Pariwisata Kota Mataram, perlu memacu diri untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD). Pasalnya, sumber pendapatan asli daerah dari pengelolaan pariwisata masih rendah.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Mataram Cahya Samudra menyampaikan, realisasi pendapatan asli daerah dari pengelolaan destinasi wisata khusus Taman Wisata Loang Baloq, baru mencapai Rp250 juta dari target Rp800 juta di tahun 2025. Capaian ini diakui, masih rendah dari penyerapan retribusi pengelolaan pariwisata di Kota Mataram. “Capaian itu dari tiket masuk dan penyewaan lapak PKL di Loang Baloq,” kata Cahya.
Rendahnya serapan retribusi di destinasi wisata, karena lapak PKL tidak semuanya terisi. Selain itu kata Cahya, pengelolaan destinasi wisata di eks Pelabuhan Ampenan dan Teras Udayana belum masuk dalam regulasi.
Pihaknya sedang menyusun dan menggodok Peraturan Wali Kota untuk menjadikannya sebagai salah satu potensi PAD Kota Mataram. “Pelabuhan Ampenan dan Teras Udayana belum masuk dalam Perda,” katanya.
Mantan Camat Sekarbela memastikan, apabila dua destinasi wisata telah masuk dalam regulasi, maka target retribusi pengelolaan destinasi wisata dapat terpenuhi.
Saat ini, pihaknya hanya mampu menargetkan realisasi 50 persen atau Rp400 juta dari target Rp800 juta di anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2025. “Kita targetnya bisa mencapai 50 persen,” sebutnya.
Apakah rendahnya realisasi ini juga dipicu pedagang belum melunasi sewa? Yaya sapaan akrabnya juga mengaku, realisasi PAD sektor pariwisata juga dipengaruhi hal tersebut. Pihaknya berupaya mengingatkan pedagang agar membayar ke petugas. Sanksi berat berupa memutus kerja sama dinilai sebagai langkah terakhir.
Ia mempertimbangkan kondisi perekonomian, sehingga memberikan toleransi ke pedagang. (cem)

