KOMISI III DPRD Kota Mataram menyoroti maraknya perilaku warga yang membuang sampah sembarangan di ruang-ruang publik, termasuk trotoar, taman, dan saluran air. Fenomena ini dinilai terjadi karena lemahnya penegakan aturan dan minimnya sarana pengelolaan sampah yang memadai di lingkungan masyarakat.
Anggota Komisi III DPRD Kota Mataram, I Gede Wiska, S.Pt., menegaskan perlunya percepatan penerapan peraturan wali kota (Perwal) yang mengatur sanksi bagi pelanggar kebersihan. Selama ini, imbauan larangan buang sampah dinilai hanya menjadi “angin lalu” karena tidak disertai dengan tindakan tegas.
“Di beberapa titik, seperti di kawasan Kekalik, masyarakat sudah terbiasa menaruh sampah di bahu jalan atau taman, meski sudah ada papan imbauan. Karena tiap hari tetap diangkut, mereka menganggap itu legal,” ungkap Wiska kepada Suara NTB melalui sambungan telepon, Kamis, 16 Oktober 2025.
Politisi PDI Perjuangan mengidentifikasi setidaknya tiga faktor utama penyebab maraknya pembuangan sampah sembarangan. Pertama, minimnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah di lingkungan warga. Kedua, kurangnya kesadaran dan kemauan warga untuk membayar iuran sampah. Ketiga, perilaku masyarakat yang tidak disiplin dan enggan diatur, meskipun telah diberikan edukasi maupun imbauan.
Selain itu, penutupan sementara TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Kebon Kongo juga disebut memberi dampak terhadap sistem pengelolaan sampah di Kota Mataram.
Peraturan daerah (Perda) tentang pengelolaan sampah sebenarnya sudah diterbitkan sejak lama. Namun, tanpa peraturan pelaksana seperti Perwal yang mengatur sanksi, Perda tersebut tidak berjalan efektif.
“Kita jangan hanya bikin perda, tapi tidak diterapkan. Warga tidak takut, karena tidak ada sanksi nyata. Kalau hanya sanksi sosial di Facebook, seperti memviralkan pelaku, itu tidak cukup,” ujar Wiska.
Wiska mendesak agar Pemkot segera mengesahkan dan menerapkan Perwal terkait penegakan disiplin kebersihan. Langkah ini dinilai mendesak, apalagi tumpukan sampah sudah menjadi pemandangan sehari-hari di beberapa titik kota dan turut berkontribusi pada persoalan banjir.
“Tidak bisa kita menunggu sarana lengkap dulu baru menegakkan aturan. Daerah lain pun seperti Denpasar dan Surabaya menghadapi keterbatasan, tapi tetap menerapkan sanksi. Artinya, bisa berjalan beriringan,” tambahnya.
Anggota Dewan dari daerah pemilihan Sandubaya ini mengusulkan agar sanksi tidak hanya bersifat administratif atau denda, tapi juga hukuman sosial seperti menyapu jalan atau kerja sosial lainnya. Menurut mereka, efek jera perlu diciptakan agar kebiasaan buang sampah sembarangan bisa diminimalisasi.
“Kalau tidak segera diterapkan, kota ini akan terus kotor. Orang akan terus buang sampah di sembarang tempat — mulai dari lahan kosong, selokan, sampai taman kota,” tegas Wiska. (fit)


