Mataram (suarantb.com) – Dosen Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (Fatepa) Universitas Mataram (Unram), Dr. Ansar melaporkan Dekan Fatepa Unram, Dr. Satrijo Saloko atas dugaan tindak pidana keterangan palsu ke Ditreskrimum Polda NTB.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, Jumat (24/10/2025) membenarkan telah menerima laporan tersebut. “Saya cek, baru diterima dan baru distribusi ke sub direktorat (subdit),” kata Syarif.
Sementara itu, kuasa hukum Ansar, Irvan Hadi menyebutkan, kliennya melaporkan dekan Fatepa sebagai langkah hukum pihaknya setelah Satrijo diduga tiba-tiba menerbitkan surat Keputusan (SK) Nomor: 2362/UN18.F10/HK/2025 tertanggal 31 Juli 2025 yang menjatuhkan sanksi disiplin sedang dan berat kepada Ansar.
“Sanksi tersebut berupa penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan pembebasan dari tugas atau jabatan paling lama tiga tahun,” ucapnya.
Hadi menduga, ada pelanggaran prosedural dalam penerbitan SK terhadap Ansar. Proses sidang etik terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS), kata dia, harus dijalankan secara prosedural dan transparan. Seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 6 Tahun 2022.
Kliennya, kata Hadi, juga mengaku tidak pernah dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung (tim pemeriksa) untuk proses pemeriksaan tatap muka. Hasil pemeriksaan juag tidak pernah dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani kedua belah pihak, sebagaimana diatur Pasal 36 ayat 4 Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022.
“Klien saya hanya menerima surat undangan pada 14 Agustus 2025 untuk mengambil SK penetapan kode etik keesokan harinya, 15 Agustus 2025,” tuturnya.
Selain dugaan cacat prosedur, pihaknya juga menganggap SK tersebut melanggar kewenangan. Penjatuhan sanksi disiplin berat terhadap dosen (Jabatan Fungsional) seharusnya merupakan kewenangan Rektor Unram selaku Pejabat Pembina Kepegawaian, bukan kewenangan Dekan.
Ansar Pernah Ajukan Gugatan ke PTUN
Sebelumnya, Ansar pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram pada 16 September 2025. Setelah gugatan diajukan, Dekan Fatepa Unram itu menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 3127/UN18.F10/HK/2025 pada 03 Oktober 2025, yang menyatakan pembatalan SK hukuman sebelumnya Nomor: 2362/UN18.F10/HK/2025.
“Pembatalan tersebut menurut kami bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku melalui kajian tim hukum dan tim advokasi Universitas Mataram tentang gugatan PTUN Mataram,” tuturnya.
Hadi menilai, tindakan Satrijo Saloko yang menerbitkan dan membatalkan SK secara sepihak, serta diduga bertentangan dengan ketentuan hukum, dapat dianggap sebagai pemberian keterangan atau fakta palsu dalam dokumen resmi.
Sebab, penerbitan SK tanpa melalui prosedur yang benar dan hanya berdasar pada kebohongan atau kepentingan pribadi dapat diduga sebagai bentuk penyampaian keterangan palsu.
“Proses disiplin yang diklaim telah dilakukan padahal tidak, dan keterangan itu memiliki akibat hukum. Ini yang kami khawatirkan terindikasi perbuatan melawan hukum dan Tindak Pidana Keterangan Palsu Pasal 242 KUHP,” tegasnya.
Karena penerbitan SK tersebut, kliennya merasa dirugikan. Dia dinyatakan tidak lulus sebagai anggota Senat Universitas Mataram Tahun 2025 karena adanya SK tersebut yang membuatnya tidak memenuhi syarat administrasi.
Terpisah, Suara NTB telah mencoba menghubungi Dekan Fatepa Unram, Satrijo Saloko perihal perkara tersebut. Namun, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan. (mit)

