Selong (Suara NTB) – Rencana Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) berpotensi tertunda dan baru bisa dilaksanakan pada tahun 2027. Penundaan ini disebabkan dua faktor kunci, pertama masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi payung hukum dan adanya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2022 yang telah mengatur jadwal Pilkades dalam tiga gelombang, yaitu pada 2023, 2025, dan 2027.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lotim, Sosiawan Putraji, menyebut, jika ada rencana akan digelar Pilkades Serentak 2026 di 14 desa. Namun, tidak dapat dilaksanakan, karena PP yang dinantikan belum juga terbit. “Rencana November ini informasinya akan terbit PP,” ucapnya.
Terakhir Pemkab Lotim telah menerima surat dari Mendagri yang memberikan sinyal boleh menggelar Pilkades serentak. Akan tetapi, karena adanya ketentuan Perda, sehingga dimundurkan sebagai pilihan terbaik.
“Jika PP tersebut terbit pada November mendatang seperti rencana, maka tahapan Pilkades untuk desa-desa yang masa jabatannya berakhir pada 2026 masih mungkin dilakukan. Namun, arahan dari pimpinan lebih mengarah pada pelaksanaan di tahun 2027,” imbuhnya.
Adapun 14 desa yang rencana awal Pilkades 2026 ini saat ini masih dipimpin oleh penjabat sementara. Tambahannya yang berakhir masa jabatannya pada bulan Mei 2026 mendatang ada 88 desa, berakhir pada Agustus 2026 47 desa dan berakhir pada Desember 2026 sebanyak 8 desa. “Sehingga totalnya yang akan Pilkades serentak 2027 itu 157 desa,” ungkap Sosiawan.
Mengenai anggaran, mengingat jumlah desa yang cukup banyak, sehingga dibutuhkan dana yang cukup besar. Perkiraan awal anggaran pilkades adalah rata-rata Rp90 juta per desa. “Kalau dikali 157 (total desa yang akan memilih dalam beberapa tahun ke depan) maka butuh belasan miliar,” urainya.
Mengingat kebutuhan anggaran yang cukup besar tersebut, DPMD Lotim sekarang perlu hitung kembali biar tidak salah belanja. Penghitungan anggaran yang lebih detail akan dilakukan dengan berkoordinasi dengan kecamatan, mempertimbangkan data jumlah penduduk masing-masing desa.
Di luar Pilkades serentak, Sosiawan Putraji menyebut terdapat empat desa yang memerlukan Pemilihan Antar Waktu (PAW). Empat desa dimaksud adalah Desa Jantuk. Kades definitif meninggal dunia dengan sisa jabatan 20 bulan. Kedua, Desa Puncak Jeringo juga karena kadesnya meninggal dengan sisa jabatan tinggal beberapa bulan.
Ketiga adalah Desa Suradadi karena kades meninggal dan masa berakhir jabatan kades 2029. Terakhir Desa Borok Toyang yang kades definitifnya diangkat sebagai PPPK. Masa jabatan Kades Borok Toyang ini berakhir 2031.
Untuk desa-desa ini, pemerintah desa dipersilakan mengusulkan PAW. Mekanisme PAW dinilai lebih sederhana, karena cukup dengan Musyawarah Desa (Musdes) digelar Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pendanaan dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). (rus)

