Mataram (Suara NTB) – Perang sarung dan balap lari selalu menjadi warna saat bulan Ramadhan. Aktivitas ini dilakoni anak-anak tanpa disadari menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Peran orangtua dibutuhkan untuk mengawasi aktivitas anak-anak agar tidak menimbulkan konflik.
Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana mengaku heran bahwa perang sarung dan balap lari selalu menjadi warna saat bulan Ramadhan. Terkadang anak-anak mengisi waktu dengan aktivitas tersebut, tanpa disadari menimbulkan keresahan terutama bagi orangtua.
Perang sarung dan balap liar bukan mencari kesenangan melainkan berpotensi menimbulkan konflik atau keributan antar remaja. Pasalnya, ada sentimen kelompok berpotensi saling serang. “Bisa saja mereka perang sarung tetapi di dalamnya ada batu,” kata Walikota ditemui pada Rabu 27 Maret 2024.
Selama ini, tim pengaman dari Satpol PP, Dinas Perhubungan, TNI dan Polri serta lurah dan camat turun melakukan penertiban di lokasi yang menjadi titik kerumunan pemuda. Walikota mengkhawatirkan saat libur sekolah justru aktivitas balap lari dan perang sarung semakin masif.
Ia mengimbau orangtua dan tokoh masyarakat membantu pemerintah untuk mengawasi aktivitas anak-anak. “Belum libur saja sudah begini, apalagi mereka libur,” ujarnya. Pihaknya akan tetap melakukan pemantauan di sejumlah titik rawan dijadikan tempat perang sarung dan balap liar.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Mataram, Irwan Rahadi menambahkan, perang sarung cukup meresahkan karena remaja menggunakan batu sehingga membahayakan lawannya.
Kejadian di depan salah satu sekolah memicu tawuran antar pemuda, tetapi segera diantisipasi dengan menurunkan personel keamanan dari Pol PP dan Polresta Mataram. “Kita rutin melakukan pemantauan bersama Polres,” katanya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Mataram, Zarkasyi menyebutkan, sejumlah potensi gangguan keamanan dan ketertiban yang muncul adalah, balap lari, balap karung, perang sarung dan panco. Perang sarung melibatkan remaja dan sarungnya diisi batu. Sedangkan, balap lari pada tahun lalu, hanya berada di beberapa titik. Saat ini, hampir menyebar di ruas jalan di Kota Mataram.
Maraknya gangguan kantibmas ini, ia sempat berseloroh dengan petugas keamanan bahwa momentum bulan Ramadhan, ibarat olimpiade karena berbagai macam olahraga muncul secara dadakan. Zarkasyi menilai dari aspek keamanan, aktifitas itu sangat mengganggu dan meresahkan.
Pihaknya tidak menginginkan adanya permainan kecil ini, kemudian meluas menjadi pertaruhan antar kampung. “Balap lari misalnya. Kami temukan dari KLU, Lobar, dan bahkan Lombok Tengah. Dan, itu ada nilai taruhannya,” terangnya.
Balap lari lanjutnya, ditemukan di sejumlah titik seperti di Jalan Nangka, Jalan Adi Sucipto, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Bung Hatta dan lain sebagainya.
Menurutnya, kehadiran orangtua dibutuhkan untuk mengawasi aktifitas masyarakat. Artinya, jangan sampai bulan ramadhan dijadikan sebagai ajang melaksanakan kegiatan negatif sehingga merusak citra bulan Ramadhan. (cem)