Praya (Suara NTB) – Sebanyak tiga pengusaha yang ada di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) resmi masuk dalam daftar pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemkab Loteng, lantaran menunggak pembayaran pajak lebih dari setahun dengan total tunggakan mencapai Rp 1 miliar lebih.
Ketiga wajib pajak tersebut yakni MBC, ABFRC danPT. A diberikan waktu 60 hari oleh KPK untuk menyelesaikan tunggakan pajak ke Pemkab Loteng. Penetapan status pengawasan KPK tersebut ditandai dengan pemasangan spanduk peringatan di tiga objek pajak tersebut pada Senin, 12 Agustus 2024.
Pada kesempatan itu Tim KPK yang dipimpin Kasatgas. Korsup. Wilayah V KPK Dian Patria turun bersama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Hj. Baiq Alun Windayu serta Inspektur Loteng Drs. H.L. Aknal Afandi, M.Si.
Satu demi satu para wajib pajak didatangi dan diberi peringatan untuk segera menyelesaikan tunggakan pajak kepada Pemkab Loteng dengan PT. A menjadi wajib pajak dengan tunggakan pajak paling besar mencapai Rp 720 juta, berupa tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan Perdesaan (P2) selama empat tahun lebih.
Kemudian MBC dan ABFRC menunggak pajak restoran sebesar masing-masing Rp 250 juta dan Rp 83 juta. Peringatan dilayangkan setelah ketiga wajib pajak tersebut tidak kunjung membayar tunggakannya pajaknya, meski sudah ditagih oleh pihak Bapenda Loteng.
Menurut Kasatgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria, pemberian tanda peringatan tersebut sebagai bentuk peringatan kepada para wajib pajak agar patuh dan pro aktif untuk segera menyelesaikan atau melunasi kewajibannya kepada pemerintah daerah. “Para wajib pajak ini diberikan peringatan karena tidak patuh dan pro aktif (membayar pajak),” sebutnya.
Ia menjelaskan, nilai tunggakan pajak tersebut merupakan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sesuai aturan temuan tersebut harus diselesaikan dalam jangka waktu 60 hari. Dalam hal ini, KPK berkepentingan untuk memberikan pendampingan, agar temuan tersebut bisa segera diselesaikan. Jangan sampai nanti justru menjadi persoalan hukum di kemudian hari.
Disinggung terkait sanksi bagi wajib pajak yang tidak patuh tersebut, Dian mengatakan sanksi pelanggaran pajak itu bermacam-macam, bisa berupa penyitaan, pembekuan izin hingga proses hukum jika ada ditemukan unsur tindak pidana di kemudian harinya. Misalnya, penggelapan ataupun pemalsuan dokumen pajak.
“Kita berharap pemerintah daerah bisa pro aktif untuk menyelesaikan tunggakan-tunggakan pajak yang ada. Tidak hanya setelah ada temuan BPK atau karena ada KPK hadir,” terangnya. Begitu pula para wajib pajak juga patut dengan aturan pajak yang ada. Jangan sampai nanti justru harus berurusan dengan persoalan hukum. (kir)