Selong (Suara NTB) – Kondisi cuaca buruk di perairan Selat Alas Kabupaten Lombok Timur (Lotim) membuat nelayan terpaksa libur melaut. Selama sebulan terakhir ini disebut masuk musim pancaroba bagi para nelayan.
Abdul Hamid alias Amaq Mukmin (70) nelayan dari Dusun Montong Meong Desa Labuhan Haji, Rabu, 11 September 2024Â menuturkan, ia sudah sebulan ini tidak bisa pergi mencari ikan di laut. Tinggi gelombang mencapai 2 meter. Kondisi ini jelas membuat nelayan tak bisa bawa perahu ketintingnya untuk mencari ikan.
Hamid termasuk nelayan kecil yang melaut paling jauh 3 mil dari daratan. Selama tidak melaut, ia mengaku hanya bisa nganggur atau sekadar memperbaiki jaring tangkapnya yang rusak. “Tidak ada pekerjaan lain, hanya nelayan,” ucapnya.
Amaq Mukmin ini menuturkan ia menjadi nelayan sejak usia muda. Mulai tahun 1973 silam. Kini, ayah empat orang anak ini sudah puluhan tahun lamanya menjadi nelayan dan andalkan kerja serabutan saat tak bisa pergi berlayar.
Tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan kecuali pergi ke laut mencari ikan. Tidak ada sawah tempat bercocok tanam seperti warga lainnya. Diusianya tak lagi muda ini, ia pun hanya bisa mengandalkan anak-anaknya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur, Muhammad Zaenudin saat dikonfirmasi mengatakan urusan nelayan di pesisir saat ini menjadi kewenangan dari pemerintah provinsi. Urusan nelayan pesisir tak lagi jadi kewenangan Kabupaten.
“Kita di kabupaten urus perikanan darat,” tuturnya. Solusi apa yang kemudian bisa diberikan kepada nelayan yang saat ini menghadapi masa paceklik ini menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Meski begitu, Pemerintah Daerah Kabupaten Lotim sudah mencoba untuk menghadirkan beberapa program budidaya perikanan darat kepada para nelayan. Seperti dilakukan untuk nelayan di wilayah Labuhan Haji menghadirkan program budidaya udang vaname.
Budidaya udang vaname dengan metode kolam bundar dinilai bisa menjadi pilihan pendapatan bagi nelayan. Muhammad Zainuddin, menjelaskan kolam bundar menggunakan geomembran. Ketika masyarakat nelayan sudah mahir, maka bisa mengembangkan sendiri.
Menurut Zainuddin, budidaya udang vaname ini cukup prospek. Budidaya ikan sekarang tidak perlu mahal. Dikatakan, lahan-lahan kecil pun bisa dimanfaatkan untuk tempat budidaya. Lotim sendiri diketahui menjadi lokasi tempat budidaya yang diburu banyak investor. Masyarakat Lotim tidak diinginkan hanya jadi penonton.
Pada enam kolam bundar, terdapat bibit 75.000 ekor atau 2.500 ekor per lubang. Kemarin merupakan panen parsial pertama. “Panen parsial ini dilakukan setelah udang berusaha 45 hari,” tuturnya.
Pasarnya adalah para pengepul dan pemancing. Udang kecil berusia 45 hari ini digunakan untuk umpan yang diselipkan di kail pancing.
Dislutkan Lotim ini memberikan modal Rp 150 juta lengkap dengan sarana dan pakannya. Biaya operasional untuk hasilkan 1 kg udang itu butuh Rp 35 ribu, sehingga ketika dijual dengan harga Rp 70 ribu maka pembudidaya sudah bisa dapat untung Rp 35 ribu. Bantuan untuk nelayan di pesisir ini diberikan Disalurkan di empat lokasi berbeda. Selain di Labuhan Haji, bantuan serupa ini diberikan ke nelayan di Sakra Timur, Sambelia dan Jerowaru. (rus)