Desa Perigi, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mengalami kekeringan yang cukup parah. Desa yang berada di kaki Gunung Rinjani ini tidak memiliki sumber mata air. Adanya yang selama ini diambil bersumber dari rembesan air sungai. Akan tetapi, semenjak musibah gempa bumi 2018 lalu, rembesan air pun merosot. Rembesan inilah yang selama ini menjadi sumber Pamsimas Desa.
Kepala Desa Perigi, Darmawan kepada Suara NTB, kemarin menyebut ada lima dusun yang terdampak paling parah. Yakni Dusun Kuang Selimun, Dusun Iting, Dusun Aik Beta, Dusun Dasan Sumur, dan Dusun Gunung Rau. Jumlah kepala keluarga totalnya mencapai 1.000 lebih atau 3.000 jiwa.
Sumber air untuk Pamsimas ini diambil dari sumber air kita ini dari Otak Aiq, Seruni dan Sandongan itulah yang saat ini sudah menyusut hingga 75 persen. Sebanyak 25 persen air ada yang masih bisa dialirkan. Hanya saja debit kecil dan lebih kerap kosong.
Kekeringan terakhir ini mulai sejak April 2024 lalu. Sampai September 2024 ini berarti sudah enam bulan berlalu kekeringan melanda warga. Hujan intensitas sedang tahun ini. Prediksi kekeringan akan terjadi sampai Oktober mendatang, yakni saat air hujan sudah datang mengguyur. Karena saat itu, air di sungai sudah kembali mengalir. Tidak seperti sekarang sungai-sungai juga ikut mengering.
Ia menjelaskan berbagai upaya telah dilakukan untuk menghadirkan air ke seluruh rumah warga. Sejak tahun 2016 lalu, Pamsimas sebenarnya sudah bisa menjadi solusi. Akan tetapi, air sumber pamsimas hilang dan membuat masyarakat alami krisis air bersih cukup panjang.
Air yang masuk dari Pamsimas juga acap kali keruh. Kondisi ini membuat saluran pipa yang terpasang tersumbat. Terlihat di rumah-rumah warga Perigi ini, saluran pipa air bersih sudah rusak dan tak ada setetes pun air mengalir.
Berikutnya, sumur bor juga pernah dibuat. Akan tetapi, uji coba pemasangan sumur tak menghasilkan apa-apa. Katanya kemungkinan besarnya karena kemampuan mengebor tidak mampu tembus ke sumber air dalam. Hal ini disebabkan keterbatasan dana. Terkecuali katanya anggaran untuk pembuatan sumur ini cukup besar, karena cukup dalam mata bornya. Besar harapannya dana dari pemerintah provinsi atau pemerintah pusat yang bisa dihadirkan untuk pembangunan sumur bor.
Darmawan mengaku heran dengan kondisi desanya yang berada di bawah kaki Rinjani tapi tak punya sumber air. Setiap tahun mengalami kekeringan yang sampai sekarang belum ada solusi yang menggembirakan.
Selain air bersih, air untuk irigasi juga mengalami persoalan. Saat ini, lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan. Lahan pertanian hanya mengandalkan air tadah hujan.
Kondisi ini diakui membuat perekonomian di Desa Perigi juga cukup susah. Musim tanam hanya saat musim hujan. Beberapa tahun terakhir ini banyak petani yang alami gagal panen. Seperti tanaman jagung yang notabenenya juga andalkan banyak air. Saat hujan turun beberapa waktu lalu sudah sempat ada tanam jagung, tapi hujan hilang sehingga jagung rusak dan gagal.
Syukurnya selama dua tahun terakhir ini ada tanaman tembakau yang harganya cukup menjanjikan. “Syukur saya ada tembakau ini, harganya cukup menggembirakan petani saat ini,” ungkapnya. (rus)