Jakarta (Suara NTB) – Penjabat (Pj) Gubernur NTB Hassanudin menjalani evaluasi kedua di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kamis, 9 Januari 2025. Pada kesempatan ini, Pj Gubernur didampingi tiga Asisten lingkup Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi NTB, yakni Asisten I (Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat) Drs. H. Fathurrahman, M.Si., Asisten II (Perekonomian dan Pembangunan) Setda NTB Dr. H. Fathul Gani, M.Si., Asisten III (Administrasi Umum) Setda NTB H. Wirawan, S.Si., M.T., dan sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Dalam evaluasi yang dimulai pukul 13.45 WIB ini, sejumlah tim evaluator menanggapi terhadap hasil evaluasi yang diberikan secara tertulis, termasuk upaya Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Hassanudin dalam menindaklanjuti catatan yang diberikan pada evaluasi tahap pertama. Pada kesempatan ini, tim evaluator memberikan apresiasi terhadap sejumlah kebijakan yang dilakukan Pemprov NTB, terutama dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat. Begitu juga kebijakan terhadap masalah perizinan yang sudah mulai dirapikan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan menimbulkan banyak keluhan dari pengusaha yang mengurus izin.
Tidak hanya itu, keberadaan smelter yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang diresmikan oleh Presiden ke tujuh Ir. H. Joko Widodo bulan Oktober 2024 lalu mendapatkan apresiasi dari tim evaluator dan diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi warga sekitar dan pendapatan bagi daerah dan negara. Begitu juga terhadap program beasiswa yang sedang dijalankan diharapkan ada sinkronisasi dengan kebutuhan sumber daya manusia di NTB.
Tim evaluator juga menilai keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Gerbang NTB Emas (GNE) yang kurang sehat. Evaluator meminta Pemprov NTB melakukan kajian atas kelayakan PT. GNE, apakah masih layak beroperasi atau tidak. Pemerintah pusat juga mengingatkan pemerintah daerah agar kebijakan mempertahankan PT. GNE menyebabkan ekuitas keuangan daerah menjadi negatif. Begitu juga terhadap hibah anggaran pada penyelenggara pilkada dan pihak kepolisian dan TNI mendapat evaluasi terkait pertanggungjawabannya.
Tim juga menyinggung soal nasib tenaga honorer yang belum diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) agar segera mendapatkan perhatian. Dalam hal ini, perlu dibuatkan langkah konkret untuk penataan penyelesaiannya. Dalam hal ini, masih banyak daerah yang belum mendaftarkan semua honorer tersebut di pangkalan data. Daerah diminta mencarikan solusi untuk tenaga honorer ini.
Di bidang Kesehatan, tim evaluator menyinggung keberadaan rasio tenaga kesehatan di puskesmas yang masih kurang dengan jumlah penduduk. Pemprov NTB diharapkan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mendorong terpenuhinya tenaga kesehatan di puskesmas. Begitu juga dengan kekurangan dokter spesialis di RSUD harus diperhatikan, karena berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Menanggapi evaluasi dan masukan dari tim evaluator ini, Pj Gubernur Hassanudin siap menindaklanjutinya. Pihaknya akan menyiapkan data dan mengeksekusi semua masukan yang diberikan, sehingga bisa dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemerintah pusat.
Baginya hal yang paling penting adalah mengenai pencegahan korupsi, terutama dengan hibah anggaran yang diberikan pemerintah daerah pada penyelenggara pilkada. Pihaknya akan menyampaikan kepada penerima hibah untuk dapat melakukan pelaporan pertanggungawaban sesuai dengan anggaran yang diberikan.
Terkait dengan PT. GNE, mantan Pj Gubernur Sumatera Utara (Sumut) ini, mengakui, jika masalah ini tidak saja dialami oleh NTB. Menurutnya, BUMD yang sehat dan tidak sehat juga ada di Sumut. ‘’Jadi memang iya diperlukan kajian, kalau itu merugikan daerah, maka akan perlu dilakukan evaluasi,’’ ujarnya.
Mengenai APBD, Hassanudin menegaskan, jika pihaknya berupaya untuk tidak defisit. Diakuinya, saat menjalankan tugas sebagai Pj Gubernur NTB 24 Juni 2024 lalu disambut dengan defisit. Namun, atas kerja keras para asisten dan kepala dinas telah mempersiapkan APBD, sehingga tidak ada defisit.
Di bidang kesehatan pihaknya akan menindaklanjuti evaluasi atau masukan yang disampaikan, sehingga bisa sesuai dengan harapan pemerintah pusat.
Asisten III (Administrasi Umum) Setda NTB H. Wirawan menegaskan, penataan non ASN, pihaknya sudah melakukan identifikasi dan pendataan non ASN yang ada di NTB. Meski dari sisi kuota atau formasi PPPK, 360 dari 6.566 non ASN yang lulus menjadi PPPK sebanyak 297 orang. Dalam hal ini, ada 63 formasi yang tidak terisi. ‘’Terkait dengan yang masih menjadi non ASN tetap ditampung. Tidak akan dilakukan PHK, kecuali jika memang tidak berminat dan sudah usia mendekati pensiun,’’ terangnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan NTB Dr. H. L. Hamzi Fikri, MARS., menjelaskan, jika pembangunan Rumah Sakit Kota Bima, menjadi prioritas dari nasional. Bahkan, katanya, anggaran untuk pembangunan rumah sakit ini sudah ada Rp170 miliar. ‘’Masih kami kawal terus untuk aspek SDM, selain dari sarana prasarana. Dan dengan arahan pimpinan, dan support Pak Gub harapannya kita bisa menyukseskan ini,’’ tambahnya.
Begitu juga, pemerintah daerah terus berusaha menambah keberadaan dokter spesialis di seluruh rumah sakit pemerintah. Termasuk, penambahan Prodi Dokter Umum juga sedang diupayakan pihaknya di sejumlah Fakultas Kedokteran dari perguruan tinggi yang ada di NTB.
Hal senada disampaikan Direktur RSUD Provinsi NTB dr. H. Lalu Herman Mahaputra, M.Kes. Dalam mengatasi sumber daya rumah sakit Fakultas Kedokteran Universitas Mataram (Unram) mencetak Program Pendidikan Dokter Spesialis dan Rumah Sakit Unram jadi Rumah Sakit Pendidikan. ‘’Kami perlu keterlibatan kepala daerah, dalam membuat ketentuan mengenai SDM per daerah untuk mengabdi,’’ tambah Dokter Jack sapaan akrabnya. (ham)