Giri Menang (Suara NTB) – Pemkab Lombok Barat (Lobar) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah menyusun hasil Kajian Risiko Bencana (KRB) dan RPB (Rencana Penanggulangan Bencana. Beberapa potensi yang memicu bencana di Lobar, selain dampak hujan. Ada sejumlah hasil kajian yang diidentifikasi pemicu bencana, di antaranya faktor lingkungan, sampah, hutan kritis dan ditemukan faktor baru penyebab bencana yakni pembangun perumahan.
“Sudah ada hasil Kajian Risiko Bencana atau KRB itu ada, tinggal selanjutnya koordinasi dengan OPD, dan instansi lainnya,” kata Penjabat (Pj) Bupati Lobar H. Ilham, akhir pekan kemarin.
Untuk langkah tindak lanjut dari penanganan KRB ini, OPD teknis telah diminta melakukan koordinasi dengan instansi lainnya. Seperti Dinas Pekerjaan Umum diminta berkoordinasi dengan BWS bagaimana penanganan dan pengamanan sungai dan kali yang ada di wilayah Lobar. Sebab sungai merupakan kewenangan BWS. “Karena itu kami minta OPD koordinasi dengan BWS,” kata dia.
Kemudian soal penanganan jalan rawan bencana, berkoordinasi dengan Balai Jalan Nasional agar yang dihadapi ini bisa ditanggulangi bersama-sama. Kaitan juga dengan langkah antisipasi melalui penanaman pohon di daerah sungai, hutan dan lainnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Lobar H. Sabidin menerangkan Lobar telah memiliki KRB. Desa-desa mana yang rawan bencana sudah ada kajiannya. “Itu ada dokumen KRB, sebagai dasar kita menyusun RPB (Rencana Penanggulangan Bencana). Itu juga sudah jadi, kita susun tahun 2024. Jadi kami (BPBD, red) telah punya dokumen KRB dan RPB,” ujarnya.
Penyusunan RPB ini bersama NGO Konsepsi dan perguruan tinggi Unram sebagai narasumber. Itu dilakukan kajian penilaian, mana yang paling tinggi risiko bencana saat ini. Yang paling tinggi risiko bencana, kata dia, dampak dari pembangunan perumahan dan lainnya. “Sehingga itu disebut munculnya sumber bencana baru, disebut seperti itu, seperti pembangunan perumahan dan lainnya,” jelasnya.
Dijelaskan, dari KRB tersebut, yang menjadi prioritas pertama isu strategis tentang kebencanaan saat ini yang paling tinggi adalah dampak pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan ini sangat berpengaruh terhadap adanya bencana, seperti pembangunan perumahan memicu banyak hal, yakni saluran menyempit dan lahan tertutup, sehingga menjadi pemicu banjir.
Selain itu pihaknya turun melakukan pembinaan ke desa-desa dengan membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana). Lebih lanjut faktor lain pemicu bencana, termasuk kerusakan hutan atau lahan kritis, faktor lingkungan dan sungai. Seperti di Sekotong, diakuinya faktor lingkungan seperti hutan kritis. “Di Sekotong itu memang karena hutannya kritis, ditanami padi dan jagung,”jelasnya.
Dipicu penanaman dilakukan tidak terasering atau bertingkat dan perlu ada tanaman tegakan. Akibatnya air gunung mengalir ke jalan hingga merusak jalan dan akses jalan tertutup material longsor yang terbawa air gunung. Tidak hanya itu, air gunung mengalir juga ke pemukiman warga, sehingga mengakibatkan banjir.
Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Lobar H Tohri menerangkan hasil KRB di Lobar ada tujuh resiko bencana yakni, gempa bumi, banjir, rob, Longsor, kekeringan, cuaca ekstrem, tsunami. Dari tujuh ini, yang paling sering terjadi banjir, longsor, kekeringan, rob dan cuaca ekstrem.
Dari kajian ini, disampaikan ke semua OPD agar bisa melakukan perencanaan dalam pembangunan ke depan, sehingga program pembangunan OPD mengarah pada pengurangan risiko bencana. “Tinggal OPD ini mau ndak mengacu pada itu,” imbuhnya.
Kemudian KRB itu disusun RPB. RPB ini menyangkut pelaksanaan penanggulangan bencana di masing-masing OPD. “Di sana sudah tergambar di dokumen tersebut, kembali lagi ke kita apakah mau ndak mengacu pada rencana penanggulangan bencana itu,” kata dia.
Pihaknya sangat berharap agar program pembangunan OPD itu harus mengacu pada RPB ini. Sebab kalau OPD teknis mau mengacu pada KRB dan RPB ini maka paling tidak bencana bisa ditekan. Lebih lanjut soal pemicu bencana di Lobar, menurutnya selain faktor kesadaran masyarakat agar menyiapkan diri menghadapi bencana. Faktor alam, seperti hujan dengan intensitas tinggi. Sebab saat ini memang musimnya, sesuai perkiraan BMKG. Faktor lain, di luar alam ini, kondisi sampah yang menyumbat saluran sungai, kali dan saluran yang butuh perhatian ke depan.
Selain itu, lahan krisis hutan. Di sini perlu kesadaran masyarakat agar jangan merambah hutan untuk ditanami padi dan jagung. “Itu juga jadi salah satu penyebabnya,” imbuhnya. Dan warga juga harus mau bergotong royong mengangkat sedimentasi sungai yang terbawa air dari pegunungan. (her)