Mataram (Suara NTB) – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap sejumlah sektor. Salah satu sektor yang diperkirakan akan merasakan dampak terbesar adalah sektor pariwisata.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra NTB), Ramli Ernanda, melalui keterangan tertulisnya. Ia menyarankan agar Pemprov NTB segera melakukan mitigasi risiko terkait kebijakan efisiensi anggaran ini, terutama untuk sektor-sektor yang akan terdampak langsung.
“Dampak efisiensi ini akan sangat dirasakan oleh pelaku usaha di sektor pariwisata, perhotelan, makanan dan minuman, serta transportasi. Berdasarkan pengalaman pengetatan anggaran pada masa pandemi Covid-19, pemerintah daerah perlu memberikan perhatian khusus pada sektor pertanian dan manufaktur serta menyiapkan bantalan ekonomi untuk sektor-sektor yang berisiko terdampak, termasuk kelompok rentan,” ujar Ramli.
Selain itu, Ramli juga menyebutkan bahwa pemangkasan pendapatan transfer daerah, khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, akan menghambat pertumbuhan ekonomi daerah serta terbatasnya penyediaan lapangan kerja.
“Pemangkasan DAK Fisik ini sangat disayangkan karena akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja di daerah,” kata Ramli.
Diketahui, pemangkasan anggaran transfer pusat ke NTB untuk tahun 2025, khususnya DAK Fisik, mencapai Rp127 miliar. Pemangkasan ini berasal dari DAK Fisik untuk sektor jalan, irigasi, dan pangan. Tentu saja, hal ini memberikan dampak yang cukup signifikan bagi NTB.
“Pemangkasan ini akan menghambat penyediaan infrastruktur dasar publik di daerah. Pembangunan infrastruktur daerah sangat bergantung pada pendanaan DAK Fisik. Pada APBD Murni 2025, kontribusi DAK Fisik terhadap total belanja modal mencapai 47 persen,” jelas Ramli.
Oleh karena itu, Ramli menyarankan agar Pemprov NTB melakukan efisiensi anggaran untuk menutupi pemangkasan pendapatan dana transfer pusat tersebut. Dengan demikian, sektor-sektor yang terdampak cukup besar dapat meminimalisir dampaknya.
Fitra juga mencatat bahwa Pemprov NTB memiliki potensi untuk melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp168,17 miliar dari pemangkasan pos belanja rutin yang tidak terkait dengan pelayanan publik. Pos-pos tersebut antara lain belanja ATK, belanja makanan dan minuman rapat, belanja honorarium kegiatan, belanja sewa, belanja perjalanan dinas, dan belanja modal untuk kebutuhan aparatur.
“Dengan potensi efisiensi anggaran yang cukup besar, diharapkan dapat menutupi pemangkasan pendapatan transfer pusat. Sehingga, efisiensi belanja rutin diharapkan bisa dialihkan untuk belanja infrastruktur, terutama di sektor pangan atau pertanian,” pungkas Ramli. (ndi)