spot_img
Sabtu, Maret 22, 2025
spot_img
BerandaHEADLINE1.640  Honorer Diduga Bermasalah

1.640  Honorer Diduga Bermasalah

SEBANYAK 1.640 honorer lingkup Pemprov NTB tidak boleh digaji melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBD). Hal ini menyusul adanya surat Kemendagri nomor 900.1.1/664/Keuda yang menjawab pertanyaan dari beberapa pemerintah daerah atas penganggaran gaji bagi PPPK Paruh Waktu.

Salah satu poin dari surat Kemendagri ialah Pemerintah Daerah yang mengangkat pegawai non ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana dijelaskan pada surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor B/5993/M.SM.01.00/2024 tanggal 12 Desember 2024 Hal Penganggaran Gaji bagi Pegawai Non ASN, maka Pemerintah Daerah tidak diperkenankan untuk mengalokasikan pendanaan untuk gaji pegawai non ASN bersangkutan.

Menyikapi hal ini, Sekda NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si., menyatakan pegawai yang masih mengalami permasalahan administratif, seperti melewati batas usia pensiun atau belum memiliki ijazah yang sah, akan dikonsultasikan lebih lanjut dengan pemerintah pusat untuk mencari solusi terbaik.

“Terhadap yang bermasalah sudah tadi ada beberapa opsi penyelesaian dan ini kami masih konsultasikan ke pusat, yang intinya kami sesuai dengan arahan pimpinan juga seoptimal mungkin tidak menyisakkan masalah,” ujarnya, Rabu, 26 Februari 2025.

Sesuai dengan surat Kemendagri, pemerintah provinsi kini mulai melakukan pemetaan untuk mencari skenario terbaik pemberian gaji kepada 1.640 honorer yang bermasalah. Salah satunya adalah menggaji melalui dana BOS.

“1.640 itu yang sudah ada alternatif-alternatif untuk solusi masalahnya, ada penggajian dana BOS dan itu terpetakan,” sambungnya.

Penggajian melalui dana BOS ini diusahakan untuk seluruh honorer yang bermasalah, yaitu sekitar 1.640 honorer. “Sedang kita ikhtiarkan ke arah sana kami masih konsultasi juga. Kami ikhtiar ke sana,’’ ucapnya.

Selain dana BOS, Pemprov kata Gita masih menunggu arahan lebih lanjut dari pemerintah pusat. Dengan regulasi yang dinamis, keputusan yang diambil akan tetap mempertimbangkan keberlanjutan kebijakan serta kepentingan daerah.

“Tapi sesuai arahan pimpinan kemudian RDP dan daerah lain ada juga solusi-solusinya. Maka kita cari solusi terbaik tidak merugikan, tetapi ada yang fatal-fatal, yang tidak sesuai ketentuan jelas ada treatmentnya sendiri,” ucapnya.

Meski ribuan honorer ini tidak mendapat alokasi gaji dari APBD, Pemprov NTB tengah mengupayakan agar semua pegawai yang terdampak dapat memperoleh hak mereka sesuai dengan regulasi yang berlaku. Gita menegaskan, dalam mengambil keputusan, pemerintah daerah tetap mengacu pada aturan serta aspirasi dalam rapat dengar pendapat (RDP), termasuk harapan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

“Nah tetapi kan ada harapan juga dari pemerintah waktu rapat dengar pendapat dan sebagainya itu aspirasi untuk tidak terjadi PHK dan sebagainya. Kita di daerah memperhatikan kepentingan-kepentingan,” jelasnya. (era)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO