Praya (Suara NTB) – Jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) saat ini tercatat masih sekitar 15 ribu rumah. Pemkab Loteng pun tengah mempersiapkan sejumlah langkah percepatan untuk menuntaskan RTLH yang belum tertangani tersebut. Harapannya, pada tahun 2030 mendatang persoalan RTLH sudah bisa diselesaikan.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Loteng H. Lalu Wiranata, kepada Suara NTB, Rabu, 26 Februari 2025, mengatakan kalau penanganan RTLH menjadi salah satu fokus perhatian Pemkab Loteng ke depan untuk dituntaskan. Mengingat, RTLH juga merupakan salah satu indikator kemiskinan. Sehingga menuntaskan persoalan RTLH diharapkan bisa mendukung upaya menekan angka kemiskinan di daerah ini.
Pasca pandemic Covid-19 rata-rata kemampuan penanganan RTLH masih di bawah seribu rumah. Karena memang kondisi anggaran belum sepenuhnya pulih. Mulai tahun ini Pemkab Loteng akan mencoba mendorong agar intervensi anggaran daerah untuk penanganan RTLH bisa lebih besar lagi. Supaya paling tidak dalam setahun RTLH yang ditangani bisa mencapai minimal 2 ribu rumah.
“Tahun ini kita sudah menganggarkan penanganan RTLH untuk sekitar 306 rumah. Itu belum termasuk dukungan anggaran dari pemerintah pusat, provinsi serta dukungan dari lembaga lain, seperti Baznas yang juga punya program penanganan RTLH. Kalau dikalkulasikan semua setidaknya tahun ini ada sekitar 2 ribu RTLH yang bisa ditangani,” terangnya.
Tidak hanya itu, pihaknya saat ini juga tengah mempertimbangkan untuk memperbaharui Peraturan Bupati (Perbup) terkait intevensi anggaran desa untuk ikut menangani RTLH. Di mana sebelumnya dalam Perbup-nya mengatur pemerintah desa diminta untuk mengalokasikan anggaran penanganan RTLH, minimal lima rumah per tahun.
Hanya saja Perbup-nya sudah tidak berlaku lagi saat ini, karena masa berlakunya sudah habis, sehingga desa sekarang tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk RTLH. “Kebijakan ini yang akan coba kita aktifkan kembali. Kalaupun tidak bisa tahun ini, paling telat tahun depan regulasinya sudah aktif,” sebutnya.
Dengan begitu pemerintah desa juga ikut andil dalam membantu menyelesaikan persoalan RTLH. “Bayangkan per desa mengalokasikan anggaran penanganan RTLH minimal lima rumah, sudah berapa banyak RTLH yang bisa ditangani oleh pemerintah. Belum oleh pemerintah kabupaten, provinsi hingga pusat. Termasuk dari lembaga lainnya,” ujarnya.
Kalau rencana tersebut bisa berjalan, pihaknya menargetkan di tahun 2030 mendatang bertepatan dengan akhir masa jabatan pasangan Pathul-Nursiah pada periode kedua, persoalan RTLH di Loteng sudah tuntas. (kir)