BELANJA pemerintah memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, hingga Februari 2025, realisasi belanja APBD NTB baru mencapai 5,14 persen dari target, sedangkan belanja APBN melalui Kementerian/Lembaga dan Transfer ke Daerah (TKD) juga masih tertahan. Akibatnya, efek pengganda fiskal terhadap perekonomian belum optimal.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani mengatakan, efek berganda yang seharusnya terjadi melalui belanja infrastruktur, bantuan sosial, dan insentif usaha masih tertahan. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan multiplier effect belanja pemerintah di NTB.
Salah satunya menyesuaikan skema belanja bansos agar lebih mendukung pemberdayaan ekonomi, seperti bantuan modal usaha dan subsidi bahan baku bagi petani. Kemudian menghubungkan UMKM dengan proyek pengadaan barang/jasa pemerintah untuk pasar yang lebih stabil dan meningkatkan skala produksi.
“Pemda harus memastikan DAK Fisik dan Dana Desa langsung disalurkan sesuai target triwulan pertama untuk mendorong aktivitas ekonomi masyarakat di daerah pedesaan,” kata Ratih Hapsari Kusumawardani dalam laporan “Regional Fiscal In Brief” yang dipublikasi, Rabu, 26 Maret 2025.
Ia menegaskan, kinerja keuangan APBD NTB masih perlu diakselerasi. Pendapatan daerah terealisasi 10,27 persen dari target 2025, dengan pertumbuhan negatif 0,14 persen. Seluruh komponen PAD mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk pertumbuhan ekonomi regional yang melambat, penurunan aktivitas sektor-sektor basis yang signifikan terhadap PAD, atau menurunnya kemampuan masyarakat dan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban pajak dan retribusi.
Di sisi lain, pendapatan transfer mengalami pertumbuhan 6,61 persen, didorong oleh peningkatan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan upaya pemerintah pusat dalam mendukung pembangunan dan pemulihan ekonomi di daerah.
Ia memaparkan, realisasi belanja daerah tercatat sebesar Rp1,34 triliun atau 5,14 persen dari target, menurun 1,83 persen. Penurunan ini terutama terjadi pada belanja transfer (83,68 persen). Penurunan belanja transfer dapat disebabkan oleh penundaan penyaluran dana ke pemerintah kabupaten/kota atau desa.
Untuk optimalisasi kinerja keuangan APBD NTB, pemerintah daerah perlu mempercepat digitalisasi dan intensifikasi pajak daerah guna meningkatkan efektivitas pemungutan PAD. Selain itu, percepatan realisasi belanja daerah harus difokuskan pada program padat karya, penyederhanaan prosedur pencairan belanja modal, serta belanja sosial berbasis data terpadu agar manfaat langsung dirasakan masyarakat.
“Penguatan dana transfer dilakukan dengan skema performance-based budgeting, mengalokasikan dana lebih besar ke daerah dengan capaian pembangunan nyata, serta mempercepat penyaluran Dana Desa berbasis cash for work untuk meningkatkan daya beli masyarakat,” katanya.
Di sisi lain, SiLPA harus dimanfaatkan secara produktif dengan mengalokasikannya ke program investasi daerah seperti bantuan permodalan UMKM, subsidi logistik bahan pokok, serta akselerasi proyek infrastruktur strategis, sehingga pengelolaan fiskal dapat berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat di Provinsi NTB.(ris)