Mataram (Suara NTB) – Kepolisian Resor Kota Mataram (Polresta Mataram) memutuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan intimidasi terhadap jurnalis Inside Lombok, YQN. Sebelumnya, YQN melaporkan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dan dugaan intimidasi fisik saat meliput kondisi perumahan yang terdampak banjir di Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, pada Selasa, 11 Februari 2025.
Kasatreskrim Polresta Mataram, Iptu Ahmad Taufik, yang pada saat itu menjabat sebagai Kanit Jatanras, mengonfirmasi bahwa penyelidikan terhadap dugaan intimidasi yang berujung kekerasan tersebut telah dihentikan pada Jumat, 10 April 2025. “Berdasarkan hasil penyelidikan, perbuatan terlapor belum memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 335 KUHP tentang kekerasan atau ancaman kekerasan,” ujar Taufik.
Taufik menjelaskan bahwa penghentian penyelidikan ini didasarkan pada hasil penyelidikan dan keterangan saksi ahli pidana. “Dari keterangan beberapa saksi, tidak ada yang melihat secara langsung tindakan terlapor yang membenamkan wajah korban,” tambahnya.
Dia menambahkan, menurut keterangan ahli pidana, tindakan menekan wajah dengan kasar tidak termasuk dalam kategori kekerasan. Oleh karena itu, unsur kekerasan atau ancaman kekerasan belum terpenuhi.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, M. Kasim, menyayangkan penghentian penyelidikan atas kasus dugaan kekerasan terhadap jurnalis Inside Lombok tersebut. Kasim berpendapat bahwa penyidik seharusnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan KUHP.
“Kami justru mempertanyakan kenapa penyidik Polresta Mataram menggunakan Pasal 335, bukan UU Pers,” ujar Kasim, Jumat (11/4/2025).
Kasim menilai, perbuatan pelaku memenuhi unsur Pasal 18 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang menghalangi pekerjaan jurnalistik, apalagi yang berujung pada kekerasan fisik, dapat dijerat pidana dengan hukuman maksimal 2 tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta.
Menurut AJI Mataram, penghentian kasus ini menunjukkan adanya upaya pembungkaman terhadap kerja-kerja jurnalistik. AJI berpendapat bahwa penyidik seharusnya menggunakan sejumlah celah hukum lain, seperti delik kekerasan terhadap perempuan, untuk menuntut pelaku. “Jangan sampai polisi justru melindungi pelaku kekerasan terhadap jurnalis,” tegasnya.
AJI Mataram berencana melaporkan kasus ini ke Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Pusat, AJI Indonesia, Dewan Pers, dan Kompolnas di Jakarta. Mereka berharap Mabes Polri memberikan perhatian lebih terhadap kasus ini dan memeriksa penyidik yang menangani perkara tersebut.
Sebagai informasi, YQN sedang meliput kondisi banjir di perumahan PT Meka Asia di Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, pada Selasa (11/2/2025), ketika dirinya diduga diintimidasi oleh staf pengembangan perusahaan berinisial AG. Akibat kejadian tersebut, YQN mengalami syok berat dan membutuhkan pendampingan untuk pemulihan mental. Pada Rabu (12/2/2025), YQN melaporkan dugaan intimidasi dan kekerasan fisik tersebut ke Polresta Mataram, didampingi oleh Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) NTB, Haris Mahtul, serta perwakilan organisasi pers dan forum wartawan setempat. (mit)