spot_img
Minggu, April 27, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK TIMURKedudukan Stafsus Bupati Lotim Dipertanyakan

Kedudukan Stafsus Bupati Lotim Dipertanyakan

“Status kepegawaian stafsus itu untuk apa dan untuk siapa?”. Demikian pertanyaan pertama yang dilontarkan Pengamat Politik Universitas Gunung Rinjani (UGR), Muhammad Saleh yang turut menyoal keberadaan staf khusus (stafsus) yang dikukuhkan Bupati Lombok Timur (Lotim) H. Haerul Warisin beberapa waktu lalu.

Kepada Suara NTB, Dosen Ilmu Politik ini menegaskan negara sebenarnya sudah menentukan Aparatur Sipil Negara (ASN). Yakni berupa Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PPPK ini ada yang paruh waktu dan penuh waktu.

Di luar ASN ini, ujarnya, ada istilah outsourcing. Akan tetapi, outsourcing ini sifatnya sangat terbatas karena pekerjaanya tertentu. Semisal menjadi sopir, pramusaji, tukang sapu dan pekerja teknis lainnya.

Berangkat dari definisi dasar soal pekerja ini, maka keberadaan Stafsus Bupati sebanyak delapan orang ini pun masuk kategori mana? Selain itu, biaya operasional dan gajinya dari mana?

Menurutnya, status kepegawaiannya dalam struktur pemerintahan ini harus jelas di mana. Pasalnya, para stafsus ini diyakini akan mendapatkan pendapatan dari uang negara. Secara prinisp, sama sebenarnya modelnya dengan lembaga atau badan yang dibentuk yang pasti bergantung semua pada APBD.

Muhammad Saleh melihat di tingkat pemerintah pusat juga mengalami inkonsistensi dengan aturan yang dibuat. Pemerintah provinsi juga melakukan hal yang sama. Kalau keberadaanya tidak dapat gaji sedikitpun dari uang negara, maka hal ini menjadi sesuatu yang sangat menarik.

Pandangannya, keberadaan stafsus ini tidak memiliki kepastian hukum. Ada kebimbangan dan ketidakjelasan status kepegawaiannya yang jelas menimbulkan pertanyaan beras. Padahal, ketika bicara negara, maka apapun yang dilakukan semuanya harus memiliki kepastian hukum. Sementara, melihat kasus stafsus masih terjadi kebimbangan hukum. Hasil kerja para stafsus ini pun bisa dipertanyakan. Atas dasar apa bekerja itu juga harus diperjelas.

Dulunya, menjadi kepala daerah yang diangkat secara politik disebut pasti memiliki visi dan misi. Dalam rangka akselerasi realisasi visi dan misi inilah kepala daerah bisa mengangkat tim khusus atau apapun istilahnya. Akan tetapi, sekarang ini sudah ada larangan untuk mengangkat hal serupa.

Sisi lain, melihat kasus di Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyani mengangkat sejumlah mantan menteri sebagai penasehat. Gubernur Jawa Barat ini kabarnya tidak memberikan gaji kepada para penasehat tersebut. Akan tetapi, nantinya ketika bersinggungan dengan ada delik hukum bagaimana pertanggungjawabannya. Karena itulah, status kepegawaian menjadi staf khusus itu dasar hukumnya apa, apa tugas pokok dan fungsinya dan bekerja atas dasar apa. Harapannya, pengangkatan para stafsus tersebut bukan sekadar bertujuan untuk memenuhi hasrat dari tim pemenangan.

Anggota DPRD Lotim, Amrul Jihadi alias Among juga turut menyoal keberadaan para stafsus yang diangkat Bupati Lotim. Bahkan katanya, sebelum digelar pengukuhan sudah diberikan masukan melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Among yang juga Ketua DPC Partai Demokrat ini menanyakan mengenai kebijakan pengangkatan staf khusus di tengah kebijakan larangan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) agar pemerintah daerah tidak mengangkat stafsus.

Beberapa pertimbangannya adalah karena saat ini pemerintah telah berupaya untuk menyelamatkan honorer menjadi PPPK. Pengangkatan PPPK ini diketahui tidak bisa sepenuhnya dilakukan mengingat keterbatasan anggaran. Pemerintah pusat sudah jelas melarang keras mulai tahun 2025 ini tidak boleh ada pengangkatan honorer daerah.

Kedua, ada Instruksi Presiden RI Prabowo Subianto tentang efisiensi anggaran di seluruh instansi pemerintah hingga daerah. Atas alasan efisiensi anggaran, apa yang dilakukan pemerintah daerah ini harus selaras dengan kebijakan pemerintah pusat.

Secara tertulis, diakui belum ada instruksi jelas mengenai larangan pengangkatan stafsus. Instruksinya sejauh ini hanya secara lisan dari BKN. “Mungkin karena kita belum dalami, apakah cukup dengan larangan pengangkatan honorer itu,” sebutnya.

Tafsir Among, larangan pengangkatan tenaga honorer bisa dijadikan dasar. Di mana, pengangkatannya tidak melalui mekanisme seperti rekrutmen ASN. Larangan pengkatan honorer ini sudah tertuang jelas dalam UU ASN Nomor 20 tahun 2023. Selanjutnya, instruksi dari BKN ini diharapkan bisa jadi dasar Pemkab Lotim.

Ketika dipaksakan untuk tetap mengangkat, dikhawatirkan akan menjadi temuan pelanggaran oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan bisa berujung pengembalian uang negara. Pemerintah daerah Lotim sebaiknya tidak melawan apa yang menjadi ketentuan pemerintah pusat tersebut. Kekhawatiran lainnya, akibat kebijakan yang tidak sejalan dengan pusat ini berdampak negatif bagi daerah. Bisa terancam sanksi pengurangan dana transfer dan lainnya yang jelas akan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Lotim.

Kehadiran Stafsus sebanyak 8 orang, bahkan kabarnya disiapkan 15 orang itu pasti akan membebani APBD. Anggota DPRD Lotim ini mengaku sudah mengecek sumber anggaran penggajiannya. Anggaran tersedia di APBD tahun 2025 ini dinilai cukup besar. Yakni mendekati Rp 900-1 miliar per tahun. Sementara, di tengah efisiensi anggaran ini Lotim saat ini sebenarnya mengalami kekurangan dana untuk menanggung biaya iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kekuranganya mencapai Rp 50 miliar dari total dibutuhkan Rp 99 miliar agar Lotim bisa tetap mendapatkan predikat mencapai ambang batas kepesertaan JKN atau Universal Health Coverage (UHC).

Among menyarankan, sebaiknya dimaksimalkan saja peran dan fungsi ASN yang ada. Menurutnya, sangat banyak sekali ASN lingkup Pemkab Lotim ini tidak tidak bisa maksimal bekerja, karena keterbatasan sumber dana. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sangat minim yang memiliki anggaran besar. Akibatnya, kerja ASN di OPD ini tidak bisa maksimal. “Kenapa mereka para ASN ini yang dimanfaatkan, padahal mereka kan sudah terdidik dan terlatih serta profesional bekerja untuk negara,” sarannya.

Jumlah ASN yang bekerja di Lotim ini ribuan orang. Belasan ribu orang menanti menjadi PPPK. Saran pemerintah jika daerah memiliki uang lebih, maka sebaiknya memang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan honorer yang masih menyisakan masalah besar di Kabupaten Lotim. “Tenaga honor kita kan 14 ribu, inilah yang sedang dipikirkan nasibnya menjadi PPPK,” urainya lagi.

Mengingat jumlah honorer yuang cukup besar ini, pasti tidak semua bisa terangkat menjadi PPPK. Konsekuensinya akan ada yang terpaksa dirumahkan. Kalaupun tidak dirumahkan istilahnya, banyak istilah aneh lainnya yang dibuat seperti sekadar menghibur sementara para honorer yang ingin memperbaiki nasibnya. (rus)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -





VIDEO