Mataram (Suara NTB) – Rencana pengembalian sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) membuat bingung sejumlah siswa di Mataram.
Sebelumnya, sistem penjurusan diganti Kurikulum Merdeka pada 2024 saat Nadiem Makarim menjabat Mendikbudristek. Namun, Kurikulum Merdeka yang hanya seumur jagung itu akan dihentikan, karena Mendikdasmen Abdul Mu’ti berencana mengembalikan lagi sistem penjurusan pada tahun ajaran 2025/2026.
Tujuan Mendikdasmen mengembalikan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa terkait erat dengan rencananya menerapkan Tes Kompetensi Akademik (TKA) pengganti UN. TKA nantinya akan menjadi salah satu indikator penilaian bila siswa ingin melanjutkan pendidikannya melalui jalur prestasi.
Rencana pengembalian sistem penjurusan di SMA membuat bingung beberapa siswa SMA di Mataram. Salah satunya Hana Hestia Handayani (17). “Karena kan percuma gitu. Selama ini kan kita sudah Kurikulum Merdeka. Terus sekarang tiba-tiba mau diubah lagi,” kata siswa SMAN 1 Mataram, Rabu 16 April 2025.
Hana mempertanyakan alasan setiap kali ganti Menteri, kurikulum juga mesti ikut berganti. “Kenapa tidak diperbaiki saja atau bagaimana sistemnya. Kenapa harus berubah terus setiap waktu,” protes siswa kelas 11 tersebut.
Hal serupa juga dilontarkan Yudianita Helen Ruing (18). Siswa SMAN 1 Mataram itu mengatakan, meski dirinya belum pernah merasakan sistem penjurusan, tetapi menggantikan sistem yang belum lama diterapkan akan membuat siswa sulit beradaptasi.
“Kayak merasa susah aja buat beradaptasi. Mungkin kayak yang (siswa) sebelumnya sudah tauhnya Kurikulum Merdeka dari awal. Terus tiba-tiba mereka harus buat satu pilihan gitu,” ujarnya.
Sebagai informasi, pada kurikulum merdeka, siswa tidak terikat harus menempuh semua mata pelajaran IPA saja seperti kurikulum sebelumnya. Boleh jadi siswa mengambil kelompok mapel IPA/sains dan sebagian lagi mapel bahasa secara bersamaan, karena mereka berminat pada ilmu sains dan sekaligus ilmu bahasa.
Sedangkan, di kurikulum penjurusan, bila siswa mengambil jurusan IPS, maka mereka harus menempuh semua paket mata pelajaran pada rumpun IPS, seperti ekonomi, sosiologi, geografi. Suka ataupun tidak suka, mereka wajib menempuh semua paket mata pelajaran tersebut.
Respons berbeda disampaikan Raudatus Solihah, M.Pd., seorang guru kimia di SMAN 1 Mataram. Ia mengatakan, penjurusan itu penting karena siswa yang mempunyai target ke depannya perlu memperdalam jurusan yang diambil.
“Kalau mempelajari semua mapel seperti yang umum itu mungkin bebannya terlalu berat, sementara anak ini istilahnya (harus) fokus pada apa yang mau dituju,” ujarnya.
Walau demikian, ia menekankan bila penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa akan kembali diterapkan, Solihah meminta supaya penjurusan dimulai pada kelas XI. Sebab, bagaimanapun siswa perlu mempelajari mapel umum di kelas X.
“Bagaimana pun pelajaran umum itu anak-anak mesti harus dapat. Karena nanti di perguruan tinggi ada Mapel umum yang harus dikuasai juga,” terangnya.
Sementara itu, menurut Kepala SMAN 1 Mataram, Burhanudin ditemui di Mataram, penjurusan di SMA memiliki sisi lebih dan kurangnya. Sisi lebihnya, penjurusan memungkinkan siswa untuk fokus pada bidang yang mereka minati.
Selain itu, penjurusan juga dapat mengembangkan kemampuan spesifik siswa sesuai dengan bidang yang mereka pilih, serta membantu siswa mempersiapkan diri untuk pendidikan lanjutan.
“Penjurusan (juga) dapat mengurangi beban belajar siswa, karena mereka hanya perlu fokus pada mata pelajaran yang terkait dengan bidang yang mereka pilih,” jelasnya.
Untuk kekurangannya, Burhanudin menjelaskan penjurusan akan membatasi siswa untuk memilih mapel lain yang tidak terkait jurusan mereka yang kemudian mengurangi keterampilan lintas bidang.
“Penjurusan dapat membuat siswa terlalu bergantung pada jurusan yang mereka pilih, sehingga dapat membatasi kemampuan mereka untuk mengeksplorasi bidang lain,” pungkasnya.
Sebelumnya, Plt. Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SMA, Dikbud NTB, Supriadi, mengatakan, rencana penerapan kembali jurusan di SMA akan mempermudah langkah pemetaan minat belajar siswa ke depannya.
“Sehingga ketika mereka kuliah pun kalau sudah ada penjurusannya lebih enak dia. Dan dari segi persyaratan, misalnya mapel-mapelnya apa, pilihan mata kuliah apa, itu akan lebih (baik) bagi anak kalau sudah ada penjurusan,” katanya kepada Suara NTB, Senin 14 April 2025.
Supriadi menambahkan, pihaknya siap untuk menerapkan rencana tersebut. “Jadi memang desain pendidikan ini kita harus siap dengan perubahan. Kita mengambil hikmah dari perubahan itu. Bisa menciptakan lebih baik dari desain sebelumnya,” terangnya. (sib)