Selong (Suara NTB) – Kondisi gedung SD Negeri 02 Jurit di Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur terlihat memprihatinkan. Sekolah yang menyandang predikat sekolah penggerak ini terlihat sudah mau ambruk. Pihak sekolah terpaksa menopang bangunan menggunakan bambu.
Enam dari sembilan ruang kelas di sekolah tersebut dalam keadaan rusak parah dan hanya disangga dengan bambu seadanya. Kondisi ini, mengancam keselamatan ratusan siswa dan guru yang ada di sekolah tersebut.
Kepala SDN 02 Jurit, Lalu Suparlan, Rabu, 16 April 2025 mengungkapkan kerusakan gedung sekolah ini sudah terjadi sejak lama dan telah dilaporkan sejak 2016 jauh sebelum gempa bumi melanda Lombok. Namun, bencana gempa semakin memperparah kerusakan struktur bangunan.
Kondisi yang memprihatinkan memaksa pihak sekolah mengambil langkah darurat. Awalnya, siswa belajar di bawah terpal di luar ruangan, namun keterbatasan ruang membuat mereka harus kembali ke dalam kelas yang rusak.
Dari sembilan ruang kelas yang ada, enam di antaranya dalam kondisi tidak layak, menyisakan hanya tiga ruangan yang masih bisa digunakan. “Kami terpaksa memaksa anak-anak belajar di dalam kelas yang tidak aman karena tidak ada pilihan. Kami juga memanfaatkan musala, area parkir, dan perpustakaan sebagai ruang belajar darurat,” jelas Suparlan.
Beberapa kelas bahkan harus digabungkan karena minimnya ruangan. Namun, dengan kondisi langit-langit yang 80% runtuh dan tembok yang mulai condong, kekhawatiran akan keselamatan siswa semakin tinggi. Sekolah terpaksa memasang penyangga bambu untuk mencegah bangunan ambruk saat siswa beraktivitas.
Lalu Suparlan, yang telah mengabdi di SDN 02 Jurit sejak 2012, mengaku telah berupaya memperbaiki bangunan seadanya dengan dana terbatas. Namun, kondisi terus memburuk seiring waktu.
“Dulu kami coba perbaiki sedikit-sedikit, tapi banyak bagian yang sudah lapuk. Tukang pun tidak berani naik karena khawatir bangunan runtuh,” ujarnya.
Meski dalam kondisi serba kekurangan, semangat belajar 350 siswa di sekolah ini patut diapresiasi. Berkat program pembelajaran yang inovatif, jumlah siswa bahkan meningkat dari 283 menjadi 350. Namun, ancaman fisik gedung yang rapuh menjadi tantangan besar bagi kelangsungan pendidikan mereka.
Suparlan berharap pemerintah daerah maupun pusat segera turun tangan memberikan bantuan perbaikan gedung sekolah.
“Kondisi ini sudah lama, tapi semakin parah setelah gempa. Harapan kami, ada kebijakan atau bantuan dari pemerintah agar anak-anak bisa belajar dengan aman dan tenang,” tuturnya.
Sementara itu, siswa dan guru tetap berjuang menjalani proses belajar mengajar dengan membagi waktu antara shift pagi dan siang. Ruang guru pun terpaksa dialihfungsikan sebagai kelas darurat.
“Harapan kami, suara ini didengar oleh pemerintah daerah maupun pusat,” ungkap Lalu Suparlan. Ia berharap ada tindakan nyata untuk menyelamatkan masa depan pendidikan anak-anak di SDN 02 Jurit. (rus)