spot_img
Selasa, Mei 13, 2025
spot_img
BerandaNTBAktivis Perempuan dan Anak Berharap DP3AP2KB Tidak Digabung

Aktivis Perempuan dan Anak Berharap DP3AP2KB Tidak Digabung

KEBIJAKAN perampingan struktur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB akan tetap dilakukan. Bahkan sedang dilakukan pembahasan antara eksekutif dan legislatif di DPRD NTB.

OPD yang sebelumnya banyak mendapatkan penolakan digabung atau dimerger ke OPD lain adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB).

Ketika pemerintahan Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal dan Hj. Indah Dhamayanti Putri mewacanakan melakukan perampingan OPD. Dan DP3AP2KB salah satunya yang digabung ke OPD lain, yakni Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, aktivis perempuan dan anak yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak langsung bersikap.

 Mereka melakukan dengar pendapat dengan Wakil Gubernur (Wagub) NTB Hj. Indah Dhamayanti Putri di Ruang Anggrek Kantor Gubernur NTB, 24 Maret 2025 lalu. Tidak puas dengan jawaban Wagub NTB Hj. Indah Dhamayanti Putri saat itu, mereka melanjutkan dengar pendapat ke DPRD NTB, Rabu, 9 April 2025 dan diterima Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaeda.

Pada saat itu, Ketua DPRD NTB didampingi anggota Komisi V DPRD NTB H. Didi Sumardi, SH. Perwakilan Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak Nur Jannah mengungkapkan, jika hingga saat ini belum ada satu ruang yang benar-benar aman bagi perempuan dan anak.

“Tidak di rumah, tidak di kampus, bahkan tidak di gedung dewan,” tegasnya. “Bapak bisa menggauli anaknya, anak bisa menggauli kakaknya—itu fakta yang kami lihat di lapangan,’’ ungkapnya.

Nur Jannah mengaku jika dirinya merupakan salah satu pihak yang tidak setuju jika DP3AP2KB digabung ke OPD lain.  Baginya, rencana penggabungan dinas justru akan melemahkan dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak yang sudah lama dibangun.

“Alih-alih dileburkan, DP3AP2KB seharusnya diperkuat. Karena teman-teman di sini, para aktivis, adalah representasi konstituen yang langsung menerima aduan dari masyarakat. Mereka adalah garda terdepan sebelum kasus-kasus ini sampai ke DPR atau UPTD,” terangnya.

Nur Jannah juga mengingatkan betapa pentingnya mempertahankan ruang-ruang khusus yang fokus terhadap isu-isu perempuan dan anak, karena persoalan mereka tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan umum.

Hal senada disampaikan Juru Bicara Pemerhati Perempuan dan Anak Provinsi NTB, Ririn Hayudiani. Menurutnya, penggabungan DP3AP2KB merupakan langkah mundur  bagi NTB.

Menurut Ririn, penggabungan ini bukan hanya persoalan kelembagaan, melainkan soal komitmen negara. “Kalau NTB mau mendunia seperti tagline gubernur terpilih, maka penyelesaian masalah perempuan, anak, penyintas, disabilitas, dan kelompok rentan lainnya adalah syarat mutlak,” ujarnya.

Pada bagian lain, Ririn menyebut bahwa realitas di lapangan sangat jauh dari kata ideal. Perkawinan anak tidak pernah selesai. Kekerasan dalam rumah tangga dianggap urusan privat. Padahal negara sudah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Menurutnya, jika urusan-urusan seperti ini dilebur ke satu dinas yang sudah overload dengan persoalan seperti bantuan sosial dan PKH, maka yang terjadi adalah ketidakmampuan penanganan secara utuh. “Ngurusin data PKH saja masih kacau, apalagi menangani 24 jam kasus kekerasan, perkosaan, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan sebagainya. Itu tidak akan bisa ditangani,” tegasnya.

Ririn juga mengkritik kondisi statistik NTB yang sering berada di peringkat bawah dalam hal kesejahteraan perempuan dan anak. Bahkan, menurutnya, NTB kalah dengan Papua dalam beberapa indikator. “Kalau penggabungan ini terjadi, ini preseden buruk bagi masa pemerintahan Iqbal-Dinda. Ini adalah kemunduran dalam komitmen terhadap pemberdayaan dan perlindungan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa sudah terlalu sering NTB masuk dalam kondisi darurat—darurat kekerasan seksual, darurat perlindungan anak—namun perspektif ini kerap kali luput dari pengambil kebijakan. (ham)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO