Mataram (Suara NTB) – Asrarudin (Asr), Direktur PT Al Isra yang merupakan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI Cabang Woha, Bima, terancam dijemput paksa setelah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bima, Catur Hidayat, membenarkan bahwa Asr belum hadir dalam panggilan kedua sebagai tersangka. “Benar, yang bersangkutan belum hadir dalam panggilan kedua sebagai tersangka,” ujar Catur Hidayat melalui WhatsApp, Jumat, 25 April 2025.
Catur, yang akrab disapa Yabo, menyatakan pihaknya akan melayangkan pemanggilan ketiga kepada Asr. “Kami berharap pada pemanggilan berikutnya, yang bersangkutan dapat kooperatif,” tuturnya. Jika Asr kembali tidak hadir, Kejari Bima tidak akan ragu untuk melakukan penjemputan paksa.
Asr, warga Desa Kananga, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, diduga terlibat dalam kasus penyaluran dana KUR fiktif BNI pada 2021 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp425 juta.
Sebelumnya, Kejari Bima juga telah menetapkan Arif Rahman (AR), seorang pegawai BNI, sebagai tersangka dalam kasus yang sama. AR ditahan sejak Selasa (22/4/2025) dan kini berada di Rutan Kelas II Raba Bima untuk menjalani masa tahanan awal selama 20 hari.
Kasus ini berawal pada 2021, saat sembilan warga Desa Tampe, Kecamatan Bolo, mengajukan pinjaman KUR di BNI KCP Woha, masing-masing sebesar Rp50 juta untuk program pertanian jagung. Pengajuan pinjaman dilakukan secara kolektif melalui seorang perantara berinisial AA, yang kemudian diserahkan kepada warga Desa Rasabou, inisial Y.
Setelah dokumen pengajuan diserahkan, para nasabah diminta datang ke kantor BNI KCP Woha untuk menandatangani akta kredit. Pihak bank kemudian memberikan buku rekening dan kartu ATM kepada mereka. Namun, Y meminta buku rekening dan kartu ATM tersebut kembali dengan alasan dana pinjaman masih dalam proses pencairan.
Meskipun telah menunggu cukup lama, dana KUR yang diajukan tidak kunjung diterima. Kejanggalan baru terungkap saat para nasabah mengajukan pinjaman di bank lain dan diberitahu bahwa mereka tercatat memiliki utang sebesar Rp50 juta di BNI KCP Woha. (mit)