KONDISI sejumlah hotel di Mataram, khususnya dan NTB umumnya kian mengkhawatirkan. Penurunan kunjungan wisatawan mengakibatkan tingkat hunian beberapa hotel menurun signifikan. Bahkan, sejumlah hotel mulai mempertimbangkan untuk merumahkan pekerjanya.
Pemerhati Pariwisata yang juga Kepala Lembaga Penjamin Mutu (LPM) Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram, I Putu Gede mengatakan, turunnya okupansi hotel tidak hanya menjangkiti hotel-hotel di Mataram, tetapi juga hampir di seluruh dunia.
“Ini memang gejala yang terjadi hampir di semua negara. Ada penurunan-penurunan. Namun, yang signifikan ini kan terjadinya tingkat hunian hotel yang begitu jatuh, lalu berimbas terhadap tenaga kerja hotel. Jadi ada beberapa tenaga kerja hotel yang memang mau tidak mau harus mereka PHK,” katanya pekan kemarin.
Gejala ini menurutnya adalah imbas dari bergesernya tren pariwisata dari tren pariwisata massal (mass tourism) ke arah pariwisata individual dan minimalis.
“Tren minimalis itu lebih kepada individu yang memilih tempat-tempat wisata yang tidak banyak dikunjungi, jauh jaraknya, dan dalam jumlah kecil,” jelasnya.
Selain itu, tren pariwisata yang menawarkan nilai tambah kesehatan (wellness) juga menjadi daya tarik wisatawan saat ini.
“Nah, ini menjadi berdampak kepada hotel. Jadi kalau pihak hotel masih mengembangkan hotel dengan sistem konvensional dengan mengandalkan hanya kamar dan makanan saja itu sudah pasti tidak akan bisa menutupi operasional. Karena apa? orang tidak lagi seperti itu. Kecuali mereka menawarkan juga di samping menginap di hotel tapi juga ada wellness,” ungkapnya.
Menurutnya, perubahan tren pariwisata saat ini harusnya menjadi kajian, baik dari unsur akademisi, Dinas Pariwisata, stakholder, dan organisasi-organisasi kepariwisataan di Mataram.
“Unsur terkait itu harus duduk bersama untuk menyelesaikan ini. Jadi paling tidak, ada nanti terobosan-terobosan baru sesuai dengan wawasan dan kemampuan untuk bagaimana mengemas pariwisata dengan tren yang baru ini,” ucapnya.
Selain bergesernya tren pariwisata, menjamurnya hotel di Mataram juga membuat persaingan menjadi ketat.
“Hotel-hotel di kota juga sudah cukup banyak dan persaingan pada pada pengelola industri perhotelan itu memang (kuat),” jelasnya.
Tak hanya tren pariwisata, dampak efisiensi anggaran juga merupakan faktor penyebab lesunya aktivitas pariwisata yang mengakibatkan tingkat hunian hotel di Mataram terperosok dalam.
“Selama ini kan memang industri pariwisata itu sangat bergantung kepada aktivitas atau kegiatan-kegiatan pemerintah di hotel, terutama untuk kegiatan meeting itu. Jadi sangat besar pengaruhnya (efisiensi),” terangnya.
“Bayangkan rapat-rapat tidak ada di hotel jadi hotel mengandalkan apa? Paling wedding, tidak semua hotel punya ballroom untuk kegiatan pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE) itu,” imbuhnya.
Pada akhirnya, untuk menjawab persoalan yang dihadapi pariwisata saat ini adalah komitmen untuk membangun pariwisata. “Sekarang komitmen yang perlu, karena pengelolaan pariwisata itu perlu komitmen itu,” pungkas Putu. (sib)