Mataram (Suara NTB) – Ketua Bawaslu Kabupaten Dompu, Swastari HAZ, SH tutup usia pada Minggu, 11 Mei 2025 di RSUP NTB setelah beberapa hari menjalani perawatan. Berita duka ini cukup mengagetkan banyak pihak, terlebih Swastari dikenal sebagai pribadi yang tegar dan bahkan saat sakitpun jarang menunjukan kepada orang banyak.
Kehadirannya di Mataram pun untuk tugas dinas sebagai Ketua Bawaslu Kabupaten Dompu dan berencana sekaligus untuk memeriksakan kesehatannya di RSUP NTB. Hasil pemeriksaan Kesehatan diketahui, ia menderita pembengkakan ginjal dan menyebabkan ginjalnya tidak berfungsi, sehingga harus dilakukan cuci darah pada Senin, 5 Mei 2025.
Bupati Dompu, Bambang Firdaus, SE yang sedang berdinas di Mataram pada Minggu, melepas secara langsung jenazah Swastari setelah dimandikan dan disalatkan di ruang duka RSUP NTB. Saat melepas jenazah untuk dimakamkan di Dompu mengaku merasa kehilangan atas meninggalnya Swastari. Selain sebagai rekan seangkatan SMA tahun 1993, juga sebagai mitra di pemerintahan di daerah.
Pada Pilkada 2024 lalu, kami adalah pasangan yang diawasi. Saya merasakan betul kinerjanya dalam mengawasi kami sebagai peserta Pilkada. Sikap tegas beliau, juga saya ingatkan agar tegak lurus pada aturan. Itu dijalankan beliau dan kami rasakan selama proses Pilkada lalu. Jadi tidak ada keberpihakan kepada pasangan tertentu, tegas Bambang Firdaus, SE dalam sambutannya.
Swastari HAZ meninggalkan 2 orang anak Perempuan dan laki-laki yang masih sekolah di SMA dan menamatkan SD tahun ini. Ia juga meninggalkan 6 orang saudara.
Selama hidupnya, Swastari lebih banyak berkarir sebagai penyelenggara pemilu. Ia awali sebagai anggota PPK Kecamatan Dompu. Juga pernah menjadi komisioner KPU Kabupaten Dompu selama 1 periode. Selebihnya ia menjadi komisioner Bawaslu Kabupaten Dompu sejak berbentuk Lembaga adhoc hingga Bawaslu menjadi Lembaga permanen selama 2 periode.
Kendati sebagai seorang Perempuan, ia dikenal sebagai pribadi yang tegas pada aturan. Kritikan dan aduan di DKPP dihadapinya dengan aturan yang diyakininya. Kritikan dijadikannya sebagai media untuk menjawab persoalan yang terjadi. (ula)