Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Negeri Bima menetapkan Direktur PT Al Isra, Asrarudin (Asr), sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan dan tidak dapat ditemukan saat upaya penjemputan paksa dilakukan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bima, Catur Hidayat, mengungkapkan bahwa jika Asr tetap tidak hadir, perkara ini akan dilimpahkan secara In Absentia. “Jika dia tidak hadir, kami akan limpahkan secara In Absentia,” ujarnya pada Jumat (16/5).
In Absentia adalah kondisi di mana seorang tersangka yang telah dipanggil secara sah tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah. Menurut Catur, ketidakhadiran Asr justru akan merugikan dirinya sendiri, karena ia tidak akan memiliki kesempatan untuk membela diri di hadapan majelis hakim. Hal ini diyakini akan menjadi pertimbangan penting dalam putusan hukum terhadapnya.
Catur juga menjelaskan bahwa upaya pencekalan terhadap Asr telah dilakukan dengan koordinasi pihak terkait. “Kejaksaan Agung telah resmi mengeluarkan surat pencekalan untuk mencegah yang bersangkutan bepergian ke luar negeri selama proses hukum berlangsung,” kata Catur.
Upaya penjemputan Asr dilakukan oleh Kejari Bima bersama Polsek Bolo, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), dan kepala desa setempat pada Jumat (2/5/25). Namun, Asr tidak ditemukan di rumahnya dan hanya ibu Asr yang berhasil ditemui. Ibu Asr mengungkapkan bahwa anaknya sudah lama tidak berkomunikasi dengan keluarga, bahkan sebelum Asr ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus KUR BNI.
Penyelidikan terhadap Asr dilakukan setelah Kejari Bima dua kali melayangkan surat pemanggilan tanpa adanya tanggapan dari yang bersangkutan. Asr diduga kuat terlibat dalam penyaluran fiktif dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI pada tahun 2021, dengan kerugian negara mencapai Rp 425 juta.
Sebelumnya, Kejari Bima telah menetapkan Arif Rahman (AR), seorang pegawai BNI, sebagai tersangka dalam kasus yang sama. AR ditahan sejak Selasa (22/4/2025) dan kini menjalani masa tahanan di Rutan Kelas II Raba Bima. Jaksa menilai AR telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
AR diduga berperan dalam memuluskan proses persetujuan pengajuan KUR secara kolektif oleh sejumlah petani jagung di Desa Tambe, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. Sebelumnya, sembilan warga Desa Tambe mengajukan pinjaman KUR senilai Rp 50 juta di BNI KCP Woha pada tahun 2021. Namun, mereka tidak menerima dana pinjaman tersebut dan baru menyadari adanya pengajuan kredit atas nama mereka setelah diberitahukan saat hendak mengajukan pinjaman di bank lain. (mit)