spot_img
Rabu, Juni 18, 2025
spot_img
BerandaNTBKOTA MATARAMRevisi Ripparda Kota Mataram Fokus pada Keberlanjutan dan Kearifan Lokal

Revisi Ripparda Kota Mataram Fokus pada Keberlanjutan dan Kearifan Lokal

Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Kota Mataram bersama DPRD melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) guna menyesuaikan dengan perkembangan sektor pariwisata dan kebutuhan hukum terkini.

Revisi ini merupakan kelanjutan dari perda sebelumnya yang dinilai sudah tidak memiliki kekuatan hukum sejak 2019. Proses pembahasan dilakukan secara bertahap melalui seminar, uji publik, serta rembug bersama tim ahli dari berbagai fakultas, seperti Fakultas Hukum Tata Negara, Fakultas Bisnis, dan Fakultas Bahasa dari perguruan tinggi terkemuka di NTB.

Menurut Tim Ahli penyusun naskah akademik, Sarkawi, SH., MH., bahwa perubahan utama dalam revisi Riparda 2026 ini lebih bersifat melanjutkan kebijakan lama yang telah kedaluwarsa. “Perda lama sudah tidak punya kekuatan hukum. Maka, kita lanjutkan dengan perda baru agar ada payung hukum,” ungkap Sarkawi.

Substansi utama dalam perubahan tersebut mencakup penyesuaian terhadap destinasi pariwisata baru yang berkembang, serta penguatan visi pembangunan berbasis ekonomi kreatif dan kearifan lokal. Visi tersebut menekankan bahwa pariwisata Mataram diarahkan menjadi pusat kegiatan ekonomi kreatif yang berlandaskan nilai-nilai budaya dan lokalitas masyarakat.

Penyusunan Ripparda baru ini juga memperhatikan masukan dari masyarakat serta narasumber ahli. Salah satu poin penting dari masukan tersebut adalah sensitivitas terhadap isu keagamaan dalam konteks pemasaran pariwisata. “Kalau menyebutkan agama secara eksplisit, justru bisa membuat pelaku usaha dari luar enggan datang. Maka dari itu, konsepnya kita bungkus dalam kearifan lokal,” katanya.

Karena itu, istilah yang digunakan dalam dokumen Ripparda kini lebih menekankan pada nilai-nilai budaya lokal dan keberlanjutan, yang secara implisit mencakup nilai-nilai keagamaan.

Sarkawi menegaskan bahwa tidak ada penambahan pasal baru secara signifikan dalam revisi perda ini. “Perubahan lebih pada redaksi kalimat dan penyempurnaan bahasa hukum agar lebih sesuai dengan praktik perundang-undangan yang berlaku saat ini,” ujarnya.

Revisi ini dianggap mendesak karena dinamika sektor pariwisata yang terus berkembang. “Pariwisata itu hidup. Kalau kita pakai dasar hukum yang lama, kita tidak bisa atur kebutuhan pariwisata yang sekarang,” ujarnya. Seiring munculnya destinasi dan potensi baru, aturan yang berlaku pun perlu diperbarui.

Meski revisi sudah dilakukan, beberapa regulasi dari tingkat provinsi disebut masih belum terbit. Namun, Pemkot Mataram memilih untuk tetap menyusun Perda sebagai bentuk kesiapan hukum di tingkat daerah.

Riparda baru ini diharapkan dapat menjadi acuan pembangunan pariwisata yang lebih adaptif, inklusif, dan berkelanjutan. “Kita berpegang pada prinsip partisipasi masyarakat, demokrasi, dan keadilan,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua Pansus Ripparda, Misban ratmaji, SE., memandang perlu adanya terobosan dan sektor-sektor baru yang lebih potensial untuk dikembangkan. “Masih berlaku sekarang, kita ingin lebih dari sebelumnya, ada diversifikasinya, ada pengembangan-pengembangannya. Terutama sektor baru karena yang sekarang ini sudah mulai jenuh,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa upaya pengembangan yang dilakukan selama ini dinilai belum maksimal, terutama pada sektor-sektor yang telah menjadi unggulan sejak 2005 hingga 2017.

“Terkait pengembangan, kita masih belum maksimal. Induk-induk sektor yang dulu diandalkan terus dijaga, tapi belum ada langkah nyata untuk masuk ke sektor baru,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa destinasi pariwisata yang ada di Kota Mataram juga harus mampu memberi kontribusi nyata bagi ekonomi masyarakat. (fit)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -









VIDEO