Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Lombok Barat tahun 2025-2045 tengah dalam proses penggodokan. RTRW yang berlaku 20 tahun ke depan ini harus berpihak pada rakyat dan masa depan Lobar. Sehingga penyusunan RTRW ini tidak hanya legal secara administratif, namun juga berkeadilan secara sosial dan ekologis.
SEJUMLAH isu penting menjadi pembahasan dalam Draft RTRW membutuhkan komitmen Pemkab untuk penanganan ke depan. Mulai dari persoalan lingkungan, mata air, alih fungsi lahan pertanian produktif hingga bencana yang familiar menimpa daerah ini.
Anggota DPRD Lobar dari Fraksi Partai Demokrat, Robihatul Khairiyah menekankan pentingnya penyusunan RTRW ini berkeadilan secara sosial dan ekologis, tidak hanya legal secara administratif.
Sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan 5 sekaligus anggota Komisi III yang membidangi infrastruktur, ia mendorong agar dokumen RTRW yang disusun benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat dan masa depan Lobar.
“RTRW bukan sekadar formalitas. Ia (RTRW) adalah arah kebijakan pembangunan 20 tahun ke depan. Jika tidak dirancang dengan cermat dan mendengar suara rakyat, maka risiko kerusakan lingkungan, konflik lahan, dan ketimpangan tata ruang akan semakin membesar,” ungkap Khairiyah.
Ia menambahkan keterlibatan publik dan pengawasan terhadap proses ini merupakan bagian penting dari demokrasi daerah. Meski tidak tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) RTRW, ia tetap memposisikan diri untuk aktif mengawal arah pembentukan perda tersebut melalui jalur aspirasi dan forum-forum resmi Komisi. “Saya percaya, fungsi pengawasan tidak terbatas pada posisi struktural. Sebagai anggota Komisi III, saya berkepentingan memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun ke depan harus selaras dengan daya dukung lingkungan, potensi lokal, serta kebutuhan riil masyarakat di lapangan,” ujarnya.
Khairiyah juga mengajak seluruh pemangku kepentingan di Lobar untuk berpartisipasi aktif mengkritisi dan memberi masukan atas proses penyusunan RTRW ini. Menurutnya, pembangunan yang sejati adalah pembangunan yang melibatkan, bukan hanya membangun. Sementara dalam pandangan umum fraksi mencuat sejumlah pertanyaan tentang RTRW yang ditujukan ke eksekutif. Ada 31 pertanyaan dan saran Gabungan Fraksi terkait RTRW ini.
Melalui juru bicara Gabugan Fraksi, Abdul Majid menyampaikan Raperda ini menjadi wujud komitmen Pemda dalam melaksanakan regulasi nasional serta memastikan sinkronisasi pembangunan antara pusat dan daerah. “Melalui pengaturan tata ruang yang baik, Raperda tentang RTRW ini diharapkan dapat meminimalkan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pembangunan, menjaga sumber daya alam untuk generasi mendatang, dan memastikan keberlanjutan pembangunan di Lobar,” katanya.
Selain itu, ketersediaan fasilitas umum, ruang terbuka hijau, dan infrastruktur yang terencana dengan baik akan berdampak langsung pada peningkatan kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat. Karena itu menurut Politisi PPP itu, RTRW ini merupakan dokumen yang sangat penting karena mengatur penggunaan ruang di wilayah Lobar dalam jangka panjang.
Untuk itu penting DPRD menyampaikan pandangannya tentang Raperda tersebut, baik dari sisi positif maupun negatif agar dapat menjadi bahan pertimbangan dalam proses penyusunan peraturan daerah dan merupakan bagian penting dalam proses pengambilan keputusan terkait Raperda RTRW.
“Dengan menyampaikan pandangan yang konstruktif, DPRD dapat membantu pemerintah dalam menyusun RTRW yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Lobar,”harapnya.
Beberapa pertanyaan DPRD menjadi perhatian yang perlu jawaban kepala daerah, di antaranya seputaran revisi RTRW, arah pembangunan ruang. Penanganan sejumlah persoalan seperti lingkungan, mata air, alih fungsi lahan atau lahan sawah dilindungi, bencana, sektor industri hingga pariwisata.
Dalam penjelasan Wabup Hj Nurul Adha dibacakan Asisten III Setda Lobar H. Fauzan Husniadi, jika dokumen RTRW wajib ditinjau ulang setiap 5 tahun sekali, dan hasil peninjauan kembali terhadap Perda RTRW Lobar sudah mendapatkan persetujuan dari Kementerian ATR/BPN. Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, revisi RTRW Kabupaten/Kota harus ditetapkan paling lama satu tahun setelah RTRW Provinsi ditetapkan, sehingga dengan telah diundangkannya Raperda RTRW Provinsi pada tahun 2024, saat ini Pemkab Lobar harus melakukan proses penyusunan RTRW.
Raperda ini juga disinkronkan dengan RTRW Provinsi NTB dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam proses penyusunannya, substansi Raperda RTRW telah diselaraskan dengan arah kebijakan pemanfaatan ruang, struktur ruang, dan pola ruang sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Provinsi NTB. Mencakup penyesuaian terhadap sistem pusat permukiman, jaringan prasarana wilayah, kawasan lindung, kawasan budi daya, serta kawasan strategis provinsi.
Raperda ini juga memastikan tidak terjadi tumpang tindih fungsi ruang yang dapat menimbulkan konflik pemanfaatan lahan di masa depan. Lebih lanjut, terkait visi pembangunan ruang dalam periode 20 tahun ke depan yang tertuang dalam Raperda RTRW, yaitu “Mewujudkan Kabupaten Lombok Barat yang berdaya saing, melalui optimalisasi potensi wilayah, dan peningkatan kualitas SDM melalui pengembangan sarana-prasarana untuk menunjang aktivitas masyarakat”.
Raperda ini menetapkan pembagian zona wilayah secara lebih terperinci, mencakup zona lindung, zona budi daya, serta zona khusus lainnya sesuai dengan karakteristik dan fungsi ruang. Untuk Kawasan Pariwisata dan kawasan lain yang membutuhkan estetika harus dilakukan penataan skala kawasan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan di kawasan tersebut, Namun kawasan dengan tujuan adanya aktivitas masyarakat yang berada di dalam Kawasan Hutan harus memerhatikan ketentuan kegiatan yang diperbolehkan di dalam kawasan hutan.
Selanjutnya mengenai antisipasi potensi konflik pemanfaatan ruang, dapat disampaikan bahwa salah satu tujuan disusunnya Raperda RTRW adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh stakeholder, hal ini tentunya dapat mengurangi risiko konflik pemanfaatan ruang, karena dokumen ini tersusun melalui rangkaian penjaringan aspirasi dari masyarakat dan para stakeholder melalui berita acara kesepakatan.
Dalam hal rencana pemerintah daerah untuk mengintegrasikan aspek mitigasi bencana, dalam Raperda RTRW ini sudah dilakukan inventarisasi kawasan rawan bencana berdasarkan Peta Kajian Risiko Bencana (KRB) BPBD.Berdasarkan peta KRB tersebut kemudian dilakukan analisis tumpang tindih (overlay) peta KRB dengan peta Rencana Pola Ruang yang bertujuan untuk mengidentifikasi zona-zona dalam rencana pola ruang yang berada di dalam atau bersinggungan langsung dengan kawasan rawan bencana.
Dalam Raperda RTRW ini juga sudah diatur terkait sistem jaringan evakuasi bencana yang terdiri dari, jalur evakuasi bencana dan ruang evakuasi bencana. Berkaitan dengan langkah Pemkab dalam perlindungan terhadap kawasan pertanian berkelanjutan dan hutan lindung, dalam Raperda RTRW ini sudah mengatur tentang Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) seluas 13.125 hektare, terdiri dari LP2B 12.331 hektare dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) seluas 793 hektare.
Lebih lanjut terkait perlindungan kawasan hutan sudah diatur dalam rencana pola ruang yang terdiri atas kawasan Hutan Lindung, Taman Wisata Alam dan kawasan Hutan Produksi. Dalam penataan ruang ini juga Pemkab memberikan perhatian yang besar pada perlindungan kawasan lindung, daerah resapan air, kawasan pesisir, dan hutan adat, sehingga ke depannya penataan ruang alih fungsi lahan tidak merugikan masyarakat dan lingkungan. Khususnya di wilayah yang rawan bencana seperti daerah perbukitan, pesisir dan daerah resapan air.
Terkait pengembangan potensi pariwisata melalui pengembangan pariwisata berkelanjutan dan penataan zona pariwisata dibarengi dengan perlindungan budaya lokal dan lingkungan dan juga dukungan ruang untuk UMKM, pasar rakyat, serta fasilitas publik. “Kami berterima kasih atas masukannya, akan menjadi perhatian dan catatan penting bagi kami,” ujarnya.
Pemkab juga berupaya mensinkronkan Kawasan Pariwisata dan Kawasan Pertambangan. Dimana terkait wilayah pertambangan sesuai dengan Permen ATR Nomor 11 Tahun 2021, tertuang dalam Ketentuan Khusus yang selanjutnya akan dilakukan penelaahan terkait rencana pola ruang apa saja yang berkaitan dengan kawasan pertambangan. (her)