DEKAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Al-Azhar (Unizar), Muhamad Sayuti, SE., MM menilai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI) mampu menjadi salah satu solusi strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya di NTB.
Menurutnya, skema KUR yang ditawarkan kepada PMI sangat menguntungkan, baik dari sisi bunga, tenor, maupun mekanisme pembayaran. Sebab, bunga untuk KUR hanya berlaku enam persen per tahun, dan bagi PMI, permintaan KUR tidak perlu memberikan agunan atau jaminan.
‘’Bunga KUR hanya sekitar enam persen per tahun. Untuk PMI, bahkan tidak diwajibkan menyediakan agunan. Selain itu, angsuran baru dimulai pada bulan keempat sejak pinjaman diberikan,’’ ujarnya saat dihubungi Ekbis NTB, Sabtu, 24 Mei 2025.
Kemudahan-kemudahan ini dinilai bisa mendorong lebih banyak masyarakat. Khususnya lulusan SMK, untuk memanfaatkan peluang kerja di luar negeri sebagai PMI. Dengan itu, pengangguran di daerah bisa ditekan yang berdampak pada bertumbuh positifnya ekonomi lokal.
“Kalau sosialisasinya berjalan baik, terutama kepada tamatan SMK, peluang ini akan sangat diminati. Daripada tinggal di daerah yang belum menyediakan lapangan kerja memadai, lebih baik mencari pengalaman ke luar negeri, seperti Jepang atau Taiwan,” sambungnya.
Program magang ke negara industri maju ini, lanjutnya, bukan hanya memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi para PMI, tetapi juga berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah asal.
“Gaji yang mereka terima bisa tiga sampai empat kali lipat dari upah minimum di Indonesia. Uang itu kemudian dikirim ke keluarga di daerah asal, seperti Lombok, yang akan mempercepat perputaran uang dan menghidupkan sektor ekonomi lokal,” katanya.
Ia menekankan bahwa remitansi atau transfer dari para PMI sangat signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Dana kiriman tersebut biasanya digunakan keluarga untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan, hingga investasi kecil-kecilan, yang semua itu mendorong perputaran uang di tingkat lokal.
Namun, Sayuti juga mengingatkan adanya tantangan yang perlu diantisipasi pemerintah, yaitu kecenderungan beberapa PMI untuk menetap di luar negeri dan enggan kembali ke daerah asal. “Ini kelemahannya. Kadang mereka sudah merasa mapan di luar negeri dan tidak ingin pulang, sehingga keahlian yang mereka peroleh tidak bisa ditularkan ke masyarakat Lombok,” ungkapnya.
Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah membuat regulasi yang tegas mengenai durasi kontrak magang para PMI. “Harus ada aturan yang jelas, berapa lama mereka boleh berada di luar negeri. Setelah masa magang selesai, mereka seharusnya diwajibkan kembali agar bisa membagikan ilmu dan keterampilan yang mereka dapatkan selama di negara industri maju,” tegasnya.
Ia pun menegaskan dukungannya terhadap program ini secara keseluruhan. Sebab, sebagai pengamat ia menilai uang penghasilan PMI cukup berkontribusi dalam perputaran ekonomi di NTB sebab provinsi ini masuk daftar daerah dengan jumlah PMI tertinggi di Indonesia.
“Saya sangat mendukung program KUR untuk PMI ini. Potensi dampaknya besar, terutama dalam meningkatkan perekonomian lokal lewat aliran dana remitansi. Kalau dikelola dengan baik, ini bisa menjadi kekuatan ekonomi baru bagi daerah seperti NTB,” pungkasnya. (era)