spot_img
Senin, Juni 16, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEDukung Proses Hukum Pernikahan Anak

Dukung Proses Hukum Pernikahan Anak

KETUA Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Maria Ulfah Anshor, menegaskan bahwa praktik pernikahan anak merupakan pelanggaran terhadap hak anak dan tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun. Termasuk jika dilakukan atas persetujuan orang tua.

“Pernikahan anak sesungguhnya adalah pelanggaran terhadap hak anak. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, sudah sangat jelas disebutkan bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk melindungi anak dari praktik pernikahan dini. Ini diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014,” ujarnya, Selasa, 27 Mei 2025.

Kasus pernikahan anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah yang viral baru-baru ini dinilai sebagai salah satu bentuk kekerasan dan bisa dipidanakan. Orang tua yang membiarkan atau bahkan merestui pernikahan anak termasuk telah melanggar hukum. Ia menilai hal tersebut dapat dikenai sanksi. Karena orang tua justru gagal menjalankan kewajiban perlindungan terhadap anaknya sendiri.

“Orang tuanya termasuk melakukan pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak. Karena itu merupakan kewajiban orang tua harus melindungi anaknya dari perkawinan anak,” katanya.

Adapun ia mewajarkan laporan yang dilayangkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram terhadap orang tua dan penghulu yang mendukung dan memfasilitasi pernikahan antara SY (15), perempuan asal Kecamatan Praya Timur yang masih duduk di bangku SMP, dan SR (17), asal Kecamatan Praya Tengah.

Dalam konteks penegakan hukum, Maria Ulfah menjelaskan bahwa pendekatan terhadap pelanggaran ini tidak selalu harus melalui jalur pidana. Ia mengacu pada paradigma hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang membuka ruang bagi rehabilitasi atau edukasi bagi pelanggar UU tersebut. “Menurut saya, ini wajar dilaporkan karena itulah penegakan hukum,” ucapnya.

Ia menambahkan, pernikahan anak juga terkait langsung dengan risiko terjadinya kekerasan seksual. Menurutnya, dalam undang-undang tidak ada pengecualian terhadap persetubuhan dengan anak, apakah itu dilakukan dalam ikatan pernikahan atau tidak.

“Intinya, persetubuhan terhadap anak dilarang. Dalam konteks perkawinan anak, apa tujuannya kalau bukan untuk melakukan hubungan seksual? Ini yang harus kita pikirkan secara serius,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya pendidikan reproduksi bagi pasangan anak tersebut, agar mereka menyadari risiko dari hubungan seksual di usia dini. “Tubuh mereka belum tumbuh maksimal, jadi hubungan seksual di usia ini sangat berisiko. Kita harus beri pemahaman bahwa hubungan seperti itu hanya aman dilakukan ketika keduanya sudah matang secara fisik dan psikologis,” terangnya.

Terkait anak yang sudah terlanjur menikah, Maria mengajak semua pihak untuk berpikir secara sistemik dan memastikan mereka tetap mendapatkan hak-haknya, terutama pendidikan.“Kalau yang menikah itu sama-sama anak, maka keduanya tetap harus mendapat pendampingan. Pastikan mereka tetap bersekolah. Orang tua dari kedua belah pihak wajib memastikan hal ini,” tutupnya. (era)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -









VIDEO