Taliwang (Suara NTB) – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Sumbawa Barat meningkat. Berdasarkan data yang tercatat pada Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) KSB, selama Januari hingga Mei 2025 ini sudah ada 33 kasus dilaporkan.
“Kalau dibanding tahun 2024 lalu yang dalam setahun 51 kasus. Tentu jumlah yang sekarang kita katakan terjadi peningkatan signifikan,” kata kepala DP2KBP3A KSB, Agus Purnawan, Senin, 2 Juni 2025.
Data peningkatan kasus kekerasan terhadap anak itu, diungkap Agus sebenarnya tidak semata karena jumlah kasus pada tahun-tahun sebelumnya lebih sedikit. Ia menyebut, faktor keberadaan Unit Pelayanan Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang mulai beroperasi 2 terakhir bisa saja sebagai pemicunya.
Kehadiran UPTD PPA itu memberikan ruang kemudahan bagi masyarakat untuk melaporkan setiap kasus yang terjadi. Sehingga jumlah kasus yang tercatat pada data pemerintah semakin banyak. “Mungkin sebelum ada UPTD PPA kasus banyak, tapi masyarakat tidak tahu mau lapor kemana. Jadi keberadaan UPTD PPA kita ini sudah bagus karena banyak kasus yang terungkap,” urai Agus.
Kembali pada jumlah kasus yang terdata saat ini. Agus mengungkap, laporan yanv masuk paling banyak terjadi di Kecamatan Maluk. “Ya kita tahu sendiri bagaimana keadaan di Kecamatan Maluk yang masyarakatnya heterogen begitu,” sebutnya.
Masih berdasarkan data yang disampaikan, Agus mengurai jenis kekerasan terhadap terhadap kasus yang dilaporkan bervariasi. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, penelantaran anak hingga tindakan seksual. “Yang miris di sini, anak tidak saja sebagai korban tapi juga pelaku pada beberapa kasus yang dilaporkan,” beber mantan sekretaris Dinas Perikanan ini.
Melihat beragamnya jenis tindakan kekerasan pada anak yang terjadi saat ini, diakui Agus perlu langkah bersama untuk upaya pencegahannya. Ia mengatakan, pemerintah, masyarakat dan elemen lainnya harus bahu membahu membuat sistem yang bisa menutup ruang berbagai perilaku yang dapat merusak masa depan anak tersebut.
“Ke depan kita harus punya sistem yang paten di mana semua elemen pemerintah dan masyarakat hingga tingkat terkecil punya konsen terhadap pencegahan kekerasan terhadap anak,” imbuh Agus.(bug)