Tanjung (Suara NTB) – Belasan ribu warga di Kabupaten Lombok Utara (KLU) diketahui tak memiliki rumah, dan ada pula yang tinggal di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Hal itu diketahui setelah Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perkim KLU melakukan pendataan pada tahun 2023 lalu.
Kepala Dinas PUPR Perkim KLU, Kahar Rizal, melalui Kepala Bidang Perkim, Yaya Fradana, ST., dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin, 2 Juni 2025 mengatakan, jumlah rumah tangga yang tak memiliki rumah dan yang memiliki rumah, namun tidak layak huni, masih cukup banyak. Totalnya mencapai 12.882 rumah tangga.
Berdasarkan pemutakhiran data tahun 2023, ujar Yaya, kondisi belasan ribu perumahan masyarakat tersebut dibagi ke dalam dua kategori. Meliputi jumlah rumah tidak layak huni sebanyak 7.181 unit, serta warga yang tidak memiliki rumah atau kategori backlog sebanyak 5.701 rumah tangga.
“Data tersebut akan dimutakhirkan kembali pada tahun 2025 ini untuk mengetahui kondisi terakhir,” ujar Yaya.
Ia menjelaskan, jumlah warga yang menempati RTLH dan warga yang tidak memiliki rumah tersebut tidak menjadi bagian dari warga korban gempa. Mereka murni warga Lombok Utara dengan kerentanan sosial dan ekonomi sehingga tidak mampu membangun rumah tinggal.
Pemda KLU, ujarnya, telah secara konsisten melakukan penanganan terhadap data tersebut. Tahun 2024, misalnya telah dianggarkan untuk program RTLH sebanyak 50 unit, sinergi antara program Pokir anggota DPRD dan anggaran reguler APBD. Setiap unitnya mendapat alokasi Rp 35 juta dengan desain gambar yang ditetapkan Dinas PU untuk ukuran 6×6 meter untuk tipikal konstruksi bangun baru.
“Tahun 2025 mendapat anggaran untuk 23 unit, rinciannya 3 unit dari anggaran reguler APBD dan 20 unit dukugan Pokir 4 orang anggota DPRD. Kalau usulan penanganan rata-rata tiap tahun 1000 unit atau minimal 250, tapi kemampuan anggaran daerah memang terbatas,” sambungnya.
Yaya berharap, penanganan RTLH dan warga kategori backlog dapat tertangani melalui kolaborasi anggaran dari stakeholder. Tidak hanya 4 orang Anggota DPRD, tetapi juga diharapkan adanya dukungan dari Pemprov NTB, CSR dan lembaga-lembaga non-profit seperti Baznas KLU.
Selain itu, pihaknya juga akan memasukkan usulan penanganan pada anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta dukungan melalui legislatif RI di Jakarta.
Yaya menambahkan, perumahan RTLH warga memiliki kriteria fisik. Meliputi struktur atap, lantai, dinding non permanen, pencahayaan, luas bangunan, akses sanitasi dan air bersih tak memadai. Selain itu, warga bersangkutan juga masuk kategori MBR (berpenghasilan rendah) dan masuk data miskin ekstrem. “Warga yang masuk miskin ekstrim ini nenjadi prioritas penanganan,” tutupnya. (ari)