Giri Menang (Suara NTB) – Sanksi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN di Pemkab Lombok Barat (Lobar) mencapai Rp500 juta. Itu terhitung selama tiga bulan, mulai Januari dan Februari dan Maret. Pemotongan TPP diberlakukan bagi ASN berdasarkan kedisplinan dan kinerja. Mereka ini yang terlambat ikuti apel, terlambat ke kantor dan tidak masuk kantor.
Adanya kebijakan disiplin yang diberlakukan Bupati Lalu Ahmad Zaini (LAZ) dan Wabup Hj. Nurul Adha berdampak positif di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemkab Lobar.
Wabup Hj. Nurul Adha mengatakan ASN tanpa TPP pun menerima gaji. Bahkan tidak bekerja pun ada gajinya, sehingga disiplin dan kinerjanya yang dinilai dengan TPP. “Sehingga ada ukuran ada penilaian kita untuk pemberian TPP itu adalah kinerja dan disiplin,” tegasnya.
Kehadiran ASN dinilai mulai masuk kantor sampai fulll waktu kerja, jangan sampai masuk pagi saja lalu pulang siang, sehingga itulah pentingnya menggunakan absen dan laporan hasil kerja terukur. Jika tidak menggunakan ukuran disiplin dan kinerja, tentu mubazir uang negara. Justru pemberlakuan disiplin dan kinerja ini, disambung baik oleh jajaran ASN.
“Justru banyak yang bilang gini ke saya, syukur dah diterapkan Pemotongan TPP ini. Kita yang rajin, sakit hati lihat orang yang tidak rajin. Sama saja (TPP nya),” tegas Nurul Adha.
Kebijakan ini telah diterapkan jauh sebelumnya, namun sekarang ini menjadi target kinerja dari Bupati Lobar, sehingga saat ini baru terlihat. “Saya kira ini agar tidak ada korupsi waktu, disiplin dan kerja baik ada hasilnya supaya berkah,” imbuhnya.
Ia pun sering menekankan kepada jajaran ASN bahwa semua ini dipertanggungjawabkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ASN pun harus bekerja sesuai waktu dan kinerja. “Kalau kerja sungguh – sungguh, keberkahan dari Allah ini,”imbuhnya. Bahkan, kata dia, Bupati Lobar berkomitmen kalau PAD naik tentu berimbas pada pada peningkatan TPP.
Sementara itu, Sekda Lobar H. Ilham mengatakan hasil sanksi pemotongan TPP ini bukan tujuan utamanya untuk efisiensi anggaran, namun memberikan motivasi dan dorongan bagi semua ASN untuk tidak terlambat masuk kerja, tidak berkinerja tidak baik.
“Jangan sampai mereka justru terlena dengan kebiasaan-kebiasaan lama, sehingga dilakukan tindakan seperti itu (sanksi), bukan efisiensi tujuannya, bukan untuk kita dapatkan uang. Tapi mendorong mereka untuk lebih tepat waktu,” tegasnya.
Sebab dalam aturan diatur 40 persen disiplin masuk kerja, sehingga ASN harus tepat waktu. Kemudian ada 60 persen kinerja, sehingga semua ASN harus berkinerja lebih baik.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan SDM (BKD dan PSDM) Lobar Jamaludin, S.STP.,MH., mengatakan untuk tahun 2025, mulai Januari hingga Maret hampir Rp500 juta pemotongan TPP.
Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan, dibanding dua bulan lalu (Januari dan Februari) yang mencapai Rp300 juta hasil pemotongan TPP. Terkait sanksi pemotongan TPP ini jelasnya, telah tertuang dalam aturan yaitu Perbup Nomor 1 Tahun 2024 yang sudah diganti dengan Perbup nomor 14 tahun 2025 tentang TPP.
Dalam aturan ini dirinci secara menyeluruh apa saja komponen-komponen pemotongan TPP. Di antaranya 40 persen terkait kedisiplinan dan 60 persen terkait dengan kinerja. “Jadi bukan hanya terkait kehadiran saja, tapi ada kinerja 60 persen di sana, komponen pemotongan TPP,” jelasnya. (her)